081128099990

WA Layanan

08.00 - 16.00

Senin - Jumat

Kelas Dua MI Belajar Demokrasi. Kenapa Tidak?

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang, Pendidikan demokrasi dapat diajarkan pada anak sejak dini. Melalui pendidikan demokrasi anak akan belajar menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, belajar menyelesaikan masalah dengan cara musyawarah, belajar memilih pemimpin dengan cara pengambilan suara terbanyak.

Pemilihan ketua kelas merupakan salah satu contoh dalam pelaksanaan demokrasi di dunia anak. Kegiatan ini sangat ditunggu-tunggu oleh murid kelas dua Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Khairat.

“Pemilihan ketua kelas ini biasanya dilakukan pada awal tahun pelajaran, tetapi karena kemarin sistem belajar mengajar masih secara daring, maka pemilihan ketua kelas ditunda sampai kegiatan pembelajaran kembali normal 100%,” ujar Emy Eko Wati guru kelas dua pada MI Tarbiyatul Khairat.

Jumat (8/4), adalah hari ketiga MI Tarbiyatul Khairat melaksanakan pembelajaran tatap muka 100%. Murid-murid kelas dua dengan dipandu oleh guru kelasnya melakukan pembelajaran demokrasi melalui kegiatan pemilihan ketua kelas. Kegiatan dilakukan di dalam ruang kelas II B MI Tarbiyatul Khairat.

Kegiatan tersebut dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama, guru memberikan penjelasan tentang kriteria seorang pemimpin diantaranya disiplin, jujur, adil, amanah, dan pintar.

Tahap kedua, setiap siswa diminta menuliskan nama salah seorang teman di kelas yang memiliki kriteria tersebut di dalam selembar kertas. Kemudian kertas yang telah ditulis nama dikumpulkan di meja guru. Munculah empat srikandi yang menjadi kandidat calon ketua kelas. Mereka adalah Zidna ‘Ilma Al-Fikroh, Neysa Khanza Sabella, Danish Fairuz Afsheen, dan Maheswari Kyda Retania.

Tahap ketiga, setelah terpilih 4 nama sebagai kandidat ketua kelas, selanjutnya setiap siswa diminta untuk memilih 1 nama dari 4 kandidat tersebut, dan menuliskannya dalam selembar kertas. Guru juga memberi tahu bahwa nama yang mereka pilih harus rahasia artinya tidak boleh diketahui oleh temannya, mereka juga harus jujur artinya tidak boleh mengajak temannya untuk mengikuti pilihannya.

Tahap terakhir adalah proses penghitungan suara. Suasana di kelas sangat riuh saat dilakukannya penghitungan suara. Farraas Eugenugraha dan Rafiq Abdul Faqih bertugas melakukan penghitungan suara. Semua berharap yang mereka pilih akan menang menjadi ketua kelas. Keempat calon juga berharap memperoleh suara terbanyak sehingga dapat menjadi ketua kelas.

Penghitungan suara berakhir dan muncullah nama Danish Fairuz Afsheen sebagai ketua kelas. Sedangkan ketiga nama yang tidak terpilih sebagai ketua kelas, didaulat menjadi pengurus kelas lainnya, yaitu Neysa Khanza Sabella sebagai wakil ketua kelas, Zidna ‘Ilma Al-Fikroh sebagai sekretaris, dan Maheswari Kyda Retania sebagai bendahara. Semua murid bersorak gembira dan mengucapkan selamat.

Emy Eko Wati selaku guru kelas pun memberikan ucapan selamat sekaligus memberi tahu tentang tugas masing-masing dan berpesan agar mereka bekerja sama dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.

“Kalah menang dalam pemilihan ketua kelas adalah hal yang biasa. Yang mendapatkan suara terbanyak tidak boleh sombong dan yang mendapatkan suara sedikit harus berlapang dada,” ujar Emy.

Nur Chasanah selaku Kepala Madrasah menyampaikan apresiasinya atas gelaran demokarsi dalam pemilihan kelas di kelas II B.

“Kami bangga terhadap anak–anak yang telah melaksanakan kegiatan pemilihan ketua kelas secara demokratis,” tutur Nur Chasanah.

Senada dengan Emy, ia juga menjelaskan bahwa kegiatan tersebut sengaja dilakukan disetiap awal tahun pelajaran dengan tujuan memberikan pemebelajaran tentang demokrasi pada anak. Menurutnya, dengan adanya kegiatan seperti itu, siswa–siswi dapat belajar berdemokrasi, menyampaikan suaranya dengan penuh kejujuran, percaya diri, menghargai perbedaan pendapat, rendah hati, menerima kekalahan dengan lapang dada, disiplin, dan tanggung jawab. (Emy/SAW/bd)