Pernikahan Menjadi Risti Jika Tidak Dilandasi dengan Ilmu Agama

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang, Selasa (5/4/2022) Muhammad Azmi Ahsan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mijen kembali memberikan tausiyah di Mushalla Al Ikhlas Kementerian Agama (Kemenag) Kota Semarang.

Tausiyah ini ia sampaikan kepada jamaah shalat dhuhur di lingkungan Kemenag Kota Semarang.

Pada pemaparan sebelumnya, Azmi menyampaikan ada 4 pasal terkait dengan pembahasan pernikahan dalam kitab uqudullujain karya Syaikh Nawawi Al Bantani, yaitu hak istri atas suami, hak suami atas istri, keutamaan ibadah mahdloh seorang istri di rumah, dan batasan menjaga pandangan kepada wanita yang bukan mahram.

Melanjutkan materi terdahulu, hari ini Azmi mengupas tentang pasal pertama. Menurutnya pernikahan adalah suatu ikatan sakral, dimana di dalamnya terdapat banyak kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pasangan.

“Saya sering kali menyampaikan pertanyaan kepada para calon pengantin yang mendaftarkan diri di KUA, apakah sudah siap betul, karena membangun pernikahan itu berarti mereka mengambil pilihan risiko tinggi (risti),” tuturnya sambil berkelakar.

“Mengapa risti, karena dalam pernikahan seorang yang tadinya bisa seenaknya keluar masuk rumah, menjadi memiliki kewajiban bahwa setiap keluar rumah harus ijin dengan pasangannya. Selain itu, jika ia memiliki kebiasaan pulang larut, maka harus ingat dengan pasangannya yang ada di rumah. Jika hal-hal semacam ini tidak difahami, maka akan berisiko menimbulkan konflik dalam rumah tangga,” terangnya.

Point  yang menjadi intisari kajian kali ini ialah kata kunci muasyaroh bil ma’ruf  perintah yang termaktub dalam surah An Nisa agar para suami mempergauli istri dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.

“Ma’ruf atau pergaulan yang baik diantaranya pemenuhan hak – hak istri secara proporsional dan sesuai dengan nilai nilai syara’.  sehingga senantiasa terjalin hubungan pasangan yang harmonis,” sambungnya.

Dalam penyampaian kajiannya hari ini, Azmi membawakannya lebih santai dibandingkan pada penyampainnya pada hari sebelumnya. Bahasa yang ia gunakan pun lebih bersifat nonformal, bercampur antara bahasa Indonesia dan Jawa, dengan maksud untuk mencairkan suasana.

“Saya lihat kemarin, foto-foto yang ada malah jamaah pada tidur, jadi kali ini dibawa santai saja nggih, biar bisa lebih diterima dan tercapai tujuan dari penyampaian materi,” tutur Azmi yang disambut gelak tawa jamaah. Azmi dengan apik membawakan tausiyahnya, sehingga jamaah tampak antusias mendengarkan penjelasannya.(Azmi/NBA/bd)