Stimulus Orang Tua Diperlukan Guna Mencegah Gen-Z Terseret dalam Ekstrimisme

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang, Selasa (6/9/2022) Dwi Yuliarti Mukhlis Abdillah selaku Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Semarang bersama jajarannya mengikuti webinar nasional yang mengusung tema Mengenal Dunia Media Sosial Gen-Z dan Remaja Toleran atau Ekstrimis, dari ruang rapat kantor setempat.

Dalam laporannya, Ketua DWP Kemenag RI Farikhah Nizar Ali selaku penyelenggara kegiatan menyampaikan, tujuan pelaksanaan webinar adalah untuk membuka wawasan anggota DWP mengenai Gen-Z, peran penting orang tua guna meminimalisir pengaruh negatif media sosial terhadap Gen-Z, serta menjadi agen moderasi beragama.

Kegiatan dibuka oleh Penasihat DWP Kemenag RI, Eny Retno Yaqut Cholil Qoumas, dalam sambutannya ia mendiskripsikan tentang Gen-Z. “Gen-Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1996-2012 atau lahir setelah generasi milenial, dituturkan jika Gen-Z akan menjadi generasi yang sangat berbeda, Gen-Z lahir dan sangat erat dengan kecanggihan teknologi,” tuturnya.

“Gen-Z generasi yang sangat senang mencari informasi, menghargai setiap individu tanpa memberi label tertentu, generasi yang sangat inklusif dan tertarik masuk ke dalam komunitas dengan memanfaatkan teknologi,” sambugnya.

“Generasi ini percaya pentingnya komunikasi untuk penyelesaian konflik  dan perubahan datang melalui adanya dialog. Gen-Z terbuka atas  pemikiran individu yang berbeda-beda dan gemar berkomunikasi dengan komunitas lebih luas,” ujarnya.

“Gen-Z cenderung melakukan kreativitas setiap harinya,” imbuhnya.

Dikatakan olehnya jika Gen-Z generasi yang lebih realistis dalam pengambilan keputusan dibanding generasi milenial

Menurutnya, untuk itu diperlukan stimulus orang tua untuk mengarahkan Gen-Z agar tidak terseret dampak negatif dari media sosial. “Mereka bisa menjelajah dunia meskipun tanpa touring geografis melalui teknologi informasi dan media sosial, mereka mudah menerima berbagai keberagaman dan perbedaan, tetapi menjadikan mereka sulit mengidentifikasi dirinya sendiri. Oleh karenanya wajib bagi kita selaku orang tua untuk mengetahui, meluruskan dan mengeksekusi untuk membuat langkah-langkah apa yang perlu dilakukan agar pandangan anak-anak kita tetap lurus, tidak berbelok ke arah radikalisme atau ekstrimisme,” ungkapnya.

“Untuk itu diperlukan strategi dan cara yang tepat sesuai zamannya. Orang tua dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman/up to date,” tandasnya. “Telah hadir di tengah-tengah kita Mbak Kalis, yang nanti akan mengupas tentang peran perempuan dan generasi muda dalam rangka mencegah dampak ekstrimisme yang ditularkan melalui media sosial,” pungkasnya.(NBA/bd)