Monitoring Bantuan Rehab Gereja dengan Jemaat Asli Suku Samin

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Pada awal tahun 2024, Pembimas Kristen pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Siswo Martono beserta staff, Daniel Gerri Tedja Sukmana mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi gereja dimana jemaatnya adalah dari Suku Samin. Kunjungan ini dalam rangka Monitoring dan Evaluasi Bantuan Rehab Gereja yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia kepada Gereja Santapan Rohani Indonesia (GSRI) Karangjong Blora. Bantuan ini diterima pada bulan Desember 2023, sehingga perlu dilakukan monitoring lapangan untuk memastikan bahwa bantuan telah dicairkan dan diterima serta digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan proposal bantuan yang telah dikirimkan.

Saat kedatangan di lokasi, Pembimas Kristen langsung disambut baik oleh Pdt. Rubiyanto selaku Gembala Sidang pada GSRI Karangjong Blora. Rubiyanto mengucapkan terimakasih atas bantuan rehab gereja yang diberikan dan dapat dimanfaatkan dengan baik. “Atas nama Gembala Sidang serta jemaat Gereja Santapan Rohani Indonesia Karangjong mengucapkan selamat datang di tempat kami dan berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada kami.” Rubiyanto menjelaskan bahwa bantuan digunakan untuk melakukan rehab pada ruang ibadah yang mengalami retak pada dinding dan ruang pastori yang juga mengalami retak pada dinding sambil menunjukan letak dinding retak yang telah diperbaiki.

“Kami selaku Pembimas Kristen pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah berterimakasih juga atas sambutan kedatangan kami yang baik”, kata Siswo.  “Kami juga turut senang bahwa bantuan dari Ditjen Bimas Kristen ini dapat diterima serta digunakan dengan sebagaimana mestinya, semoga bantuan ini dapat bermanfaat bagi gereja Tuhan dan jemaat di tempat ini.”, sambung Siswo sembari tersenyum.

Selanjutnya dilakukan pengisian instrumen monitoring dan evaluasi terhadap GSRI Karangjong Blora. Setelah mengisi, Rubiyanto bercerita bahwa tempat pelayanannya ini dimulai pada tahun 2001. Ia yang asli dari Kabupaten Purbalingga beserta dengan istri mendapatkan panggilan untuk melayani Suku Samin, suku asli di tempat tersebut. “Ini bukan pekerjaan yang mudah bagi kami, karena kami merupakan gereja paling pertama di tempat ini yang melayani Suku Samin, suku yang dikenal orang dengan sifat ngeyel dan lugunya, namun dengan pertolongan Tuhan kami dapat bertahan hingga sekarang ini”, kata Rubiyanto.

Mengenal Suku Samin

Indonesia merupakan negara besar yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan terdiri dari ribuan suku bangsa. Menurut data BPS per tahun 2010, terdapat sebanyak 1.331 suku menghuni negara ini dengan Suku Jawa merupakan suku terbanyak di Indonesia dengan jumlah sekitar 41 % dari jumlah suku yang ada. Salah satu suku yang ada di Jawa Tengah selain suku Jawa, yaitu Suku Samin. Suku ini tersebar mulai dari sekitar pantai utara Jawa Tengah, yaitu Kudus, Pati, Rembang, Blora, Bojonegoro hingga ke Ngawi.

Suku Samin dikenal dengan orangnya yang lugu, bodoh, ngeyelan, serta apa adanya. Padahal sebenarnya ajaran yang dipegang secara turun-temurun oleh masyarakat Suku Samin sangat dalam yang dikenal dengan nama ajaran sedulur sikep yang mulai diajarkan pada tahun 1890 di Blora saat Indonesia sedang dalam masa penjajahan Belanda. Arti kata sedulur berarti keluarga, dan kata sikep berarti senjata. Maksud dari ajaran ini adalah kita harus melakukan perlawanan tanpa menggunakan senjata. Orang Samin yang mendalami ajaran sedulur sikep juga senang dengan panggilan sebagai wong sikep. Artinya adalah orang yang baik dan jujur. Mereka sangat jujur dan sangat terbuka terhadap orang diluar suku mereka walaupun belum mereka kenal. Mereka berbicara tanpa menyembunyikan sesuatu sehingga dianggap lugu ataupun kurang pintar. Suku Samin juga percaya bahwa mereka tidak boleh mengganggu atau jahat terhadap orang lain. Tidak boleh iri terhadap capaian dan milik orang lain dan tidak boleh mengambil hak orang lain/mencuri, tidak boleh menyakiti hati orang lain, tidak boleh sombong, harus sabar dan sederhana. Mereka juga dilarang berdagang karena menurut mereka, dalam perdagangan lebih banyak ketidakjujuran. Sehingga secara turun temurun masyarakat Suku Samin lebih banyak bertani.

Hubungan antara GSRI dengan Suku Samin

Rubiyanto selaku Gembala pada GSRI Karangjong Blora bercerita bahwa ia mendapatkan panggilan untuk melayani Suku Samin. Ia bersama istrinya melakukan pekerjaan Tuhan di tempat ini dimulai pada tahun 2001. Pada saat itu tidak ada gereja yang berdiri di daerah Suku Samin, sehingga GSRI Karangjong Blora merupakan gereja pertama yang didirikan di daerah Suku Samin. Pdt. Rubiyanto segera berbaur dengan orang Samin asli untuk mengenal dan mempelajari kegiatan sehari-hari masyarakat Suku Samin.

Rubiyanto melihat bahwa masyarakat Suku Samin bermata pencaharian sebagai petani karena ajaran suku Samin yang lebih menonjolkan tentang pengetahuan serta nilai-nilai luhur untuk mencintai lingkungan yang diturunkan secara turun temurun. Namun, Rubiyanto menemukan masalah bahwa tidak adanya sumber air di daerah Suku Samin, sehingga masyarakat Suku Samin apabila membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari dan pengairan pada sawahnya harus berjalan kaki +/-15 Km untuk mengambil air pada sumber yang terdekat. Rubiyanto yang melihat permasalahan tersebut, muncul rasa keinginan untuk membantu. Selanjutnya ia berdoa kepada Tuhan dan meminta petunjuk, bahwa jika ia dapat membantu masyarakat Suku Samin tentu hal ini dapat menjadi “pintu masuk” Rubiyanto untuk mengenalkan Yesus pada Suku Samin.

Keesokan harinya, Rubiyanto menancapkan sebuah pipa pada tanah lapang di dekat rumahnya. Lalu dari bawah tempat pipa tersebut ditancapkan, secara ajaib muncul sumber air yang keluar ke permukaan. Hal ini mirip seperti peristiwa Musa yang memukulkan tongkatnya ke gunung batu sehingga Bangsa Israel dapat minum. Suku Samin yang mengetahui hal ini beramai-ramai datang dan mengambil air dari sumber tersebut dan merasa senang tidak perlu berjalan jauh lagi untuk mengambil air. Melalui cara ini Rubiyanto dapat menjadi lebih dekat dengan Suku Samin, bahkan ia juga menambahkan sebuah pompa air untuk menyedot air dapat dapat disalurkan di rumah dan sawah warga.

Berkat Tuhan tidak berhenti sampai disana saja, sumber air tersebut pelan-pelan dapat diperbaiki dan diberikan tembok serta dibuatkan tandon-tandon air untuk keperluan warga. Rubiyanto menjelaskan bahwa sumber air itu hingga saat ini tidak pernah kering bahkan pompa air yang pertama kali ditempatkan disana tidak pernah rusak sekalipun, jadi pompa air itu berusia 20 tahun lebih dan tidak pernah diperbaiki maupun diganti. Hingga saat ini, sumber air tersebut dikelola secara swadaya oleh penduduk Suku Samin dan tanpa dikenakan biaya sepeserpun oleh Pdt. Rubiyanto.

Pelayanan Pdt. Rubiyanto dan istri kepada Suku Samin membuahkan hasil, saat ini sudah ada 10 KK yang berjemaat di GSRI Karangjong Blora yang dimana semuanya merupakan Suku Samin asli. Pdt. Rubiyanto juga mengajari masyarakat Suku Samin tentang pengetahuan dasar sebab masyarakat Suku Samin tidak mengenyam pendidikan di sekolah formal. Suku Samin diajari berhitung, membaca dan menulis. Selain itu juga diajari keterampilan-keterampilan lainnya seperti pertukangan sederhana. Pada masa rehab gereja ini, Rubiyanto pun memberdayakan jemaat untuk turut serta dalam proses rehab Gedung gereja tersebut. (DAN/BEL)