Grobogan (Humas) – Sebanyak 35 Penyuluh Agama dari semua Agama se Kabupaten Grobogan melaksanakan musyawarah pembentukan pengurus Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia di aula Kankemenag, Selasa (24/10/2023). Turut hadir mendampingi para penyuluh dalam musyawarah tersebut, yaitu Kepala Kemenag yang diwakili Kasi Bimas Islam, Ketua Kelompok Kerja Penyuluh.
Kasi Bimas Islam, Abdur Rouf kepada peserta kegiatan menyampaikan arahan, keberadaan IPARI bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme penyuluh yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang melakukan bimbingan atau penyuluhan keagamaan dalam pembangunan di bidang agama
“IPARI adalah wadah peningkatan profesionalitas penyuluh lintas agama agar perannya lebih eksis baik sebagai agen perubahan maupun agen pembangunan,” ungkap Rouf.
Mengawali pembukaan pembentukan pengurus IPARI, Abdur Rouf menjelaskan 7 program prioritas Kementerian Agama yaitu Penguatan Moderasi Beragama, Kemandirian Pesantren, Transformasi Digital, Revitalisasi KUA, Cyber Islamic University, Religiosity Index, dan Tahun Toleransi. Kemudian ia fokus membahas tentang moderasi beragama.
“Moderasi beragama yaitu cara pandang dan sikap dalam memahami ajaran agamanya yang tidak ke kanan atau ke kiri-kirian. Jadi berada di tengah-tengah,”jelasnya.
Rouf juga menyebutkan empat indikator utama moderasi beragama yaitu : komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi dan menghargai kearifan lokal (local wisdom). Untuk menguatkan sikap moderasi beragama ini, ada lima langkah yang telah dan akan dilakukan, yaitu : (1) penguatan cara pandang, sikap, dan praktek beragama melalui jalan tengah, (2) penguatan harmonisasi dan kerukunan umat beragama, (3) penyelarasan relasi agama dan budaya, (4) peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta (5) pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan.
“Sebagai penyuluh agama Islam yang fatwa-fatwanya menjadi rujukan masyarakat, Bapak/Ibu memiliki tugas penting dan mulia yaitu bagaimana menjaga masyarakat di lingkungan kerjanya agar terbentengi dari segala hal yang merusak moderasi beragama dan wawasan kebangsaan. Hal pertama yang harus dilakukan setelah diangkat sebagai penyuluh agama adalah melakukan langkah nyata untuk menanggulangi gerakan propaganda radikalisme yang saat ini gencar disebarkan melalui media online dan media social yang dijadikan sebagai media utama penyebarannya,” terangnya.
Kasi Bimas menegaskan perlunya memperkuat literasi melalui media online dan media social berbasis ajaran agama untuk mengimbangi propaganda penyebaran paham radikalisme serta berita hoax yang memicu ujaran kebencian serta perpecahan. Oleh karenanya, keluarga besar penyuluh agama Islam dituntut harus mampu memberikan kontribusi konkrit dalam membangun dan mendiseminasi moderasi beragama dan wawasan kebangsaan tidak hanya di lingkungan kerjanya tetapi juga di masyarakat luas.
“Di era digital ini para penyuluh harus melek teknologi yang dapat membantu dalam kerja dan dakwah sehingga syiar agama menjadi mudah. Tetapi juga ada sisi negatifnya, jika kita share tanpa disaring sedang kita jadi rujukan, akan menjadi pembenaran. Padahal isinya hoax, ujaran kebencian atau memicu disintegrasi bangsa. Sehingga perlu perlu menyaring dan memberikan syiar yang baik bagi umat manusia,” terangnya.(bd/sua)