Cegah Degradasi Beragama, Penyuluh Plat AA Diminta Inovatif Dalam Metode Penyuluhan

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Wonosobo – Kankemenag Kab. Wonosobo melalui Seksi Bimas Islam menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Kelompok Kerja Penyuluh (POKJALUH) se eks-Karesidenan Kedu, yang diselenggarakan pada hari Rabu, (21/09) di Rumah Tahu Banjarnegara.

Hadir dalam acara tersebut yakni Kakankemenag Kab. Wonosobo, Ahmad Farid, Ketua Pokjaluh se Jawa Tengah, Mahsun, Kasi Bimas Islam se Eks-Karesidenan Kedu, dan diikuti oleh delapan puluh Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) se Kedu serta perwakilan Penyuluh Agama Islam Non PNS yang merupakan koordinator Kecamatan se Kabupaten Wonosobo.

Acara dibuka dengan pembacaan doa, dilanjutkan dengan sambutan selamat datang oleh Kasi Bimas Islam Kankemenag Kab. Wonosobo, Imron Awaludin, ia beberkan bahwa salah satu PAIF di Kabupaten Wonosobo pernah mewakili Jawa Tengah dalam penilaian Penyuluh Agama teladan tingkat Nasional beberapa waktu yang lalu.

“Alhamdulillah di tahun ini juga ada penyuluh agama non PNS yang akan mewakili Jawa Tengah di penilaian tingkat Nasional yaitu ibu Mustika,” terang Imron.

Selanjutnya, mengawali sambutannya, Ahmad Farid, menyampaikan salam dari Kabid Bimas Islam Prov. Jateng dilanjutkan dengan selayang pandang kondisi Kabupaten Wonosobo. Farid mengatakan, penyuluh Agama memiliki potensi untuk mensukseskan program Kementerian Agama.

“Di Wonosobo ada 136 penyuluh Agama baik ASN dan non ASN. Seluruh masyarakat ada dalam genggaman penyuluh agama, dalam arti para penyuluh ini memiliki peran strategis dalam menyampaikan seluruh program Kementerian Agama kepada masyarakat,” jelas Farid.

Lebih lanjut ia mengatakan, untuk mempercepat tujuh program prioritas Kemenag dibutuhkan komitmen yang kuat bagi seluruh elemen lebih lagi oleh Penyuluh Agama. “Insyalallah akan tuntas dengan tepat, ada Pesantren, revitalisasi KUA, maupun kegiatan formal lain. Meski demikian, kita juga menghadapi problem yang sama yaitu terkait komitmen,” imbuh Farid.

Memberikan pemahaman dan pengamalan Agama bukan persoalan mudah, (lanjut Farid), terlebih terkait metode penyampaian pesan. “Tantangan nyata yaitu terkait jangkauan pesan kita tersampaikan, jika kita masih stagnan dengan metode ceramah dan pidato tatap muka, ada banyak jemaah yang tidak berada dalam majelis taklim yang tidak bisa mendengarkan pesan kita. Maka dari itu, saya sangat mendukung dan mensuport rakor ini dengan harapan masing-masing Kabupaten akan melahirkan ide dan gagasan untuk menghadapi tantangan yang tengah dihadapi,” lanjutnya.

Farid, juga membeberkan problem yang tengah dihadapi di Wonosobo yakni soal kemiskinan. “Orang akan bisa mendengarkan kita jika saat kita menyampaikannya perut masyarakat sedang kenyang. Jadi kita mengamati penyuluh agama melalui UPZ untuk mendata dan mendistribusikan zakat produktif kepada masyarakat usaha kecil,” jelas Farid.

Diakhir sambutannya ia berpesan, agar Rakor dimanfaatkan dengan baik dan maksimal untuk merumuskan strategi kepenyuluhan yang lebih optimal, lebih lagi menyoroti soal degradasi pemahaman dan pengamalan Agama.(Ps-ws/Sua)