Kebumen – Jika setiap orang tua atau pasangan calon pengantin yang akan menjadi orang tua memahami hak dan kewajibannya dengan baik terhadap anak, maka tidak ada lagi yang namanya stunting, atau kondisi tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan anak seusianya. Artinya tumbuh kembang anak tidak sesuai dengan umurnya, dan biasanya dikenal dengan istilah kerdil atau kurang gizi.
Pernyataan tersebut disampikan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kebumen H. Ibnu Asaddudin saat menjadi narasumber pada kegiatan “Orientasi Teknis bagi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Mitra Kerja Program Bangga Kencana” di Aula Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (Dinkes PPKB) kabupaten Kebumen, Senin (12/09). Turut hadir pada kegiatan ini, Kepala Bidang PPKB dr. Aris Eko Sulistiyono MM.
Dijelaskan H. Ibnu, bahwa kewajiban orang tua terhadap anak adalah mengasuh, memelihara, melindungi, dan mendidik serta menumbuhkembangkannya dengan baik dan benar. Pada prakteknya orang tua harus bisa bertanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang baik dan layak, memberikan makan/minuman bergizi pada anak, pakaian layak serta melindunginya dan memberikan pendidikan yang baik dan benar kepada anak,
Untuk bisa memiliki tanggung jawab yang baik sebagai orang tua, dibutuhkan kedewasaan dari tanggung jawab dari calon orang tua laki – laki maupun perempuan. Dan untuk mencapai kedewasaan tersebut, dibutuhkan usia yang cukup bagi calon pasangan pengantin sebelum menikah membentuk sebuah ikatan keluarga.
“Undang-Undang No 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa perkawinan hanya dizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun,” ungkap H. Ibnu.
Akan tetapi, berbicara salah satu tujuan pernikahan yaitu untuk memperoleh keturunan, atau generasi penerus dimasa mendatang. H. Ibnu meminta kepada para tokoh agama dan masyarakat yang hadir untuk ikut mensosialisasikan program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) mencegah terjadinya pernikahan dini sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.
Menurutnya, perkawinan anak berisiko menimbulkan persoalan di tingkat keluarga : kemiskinan, konflik, kekerasan dalam keluarga dan, kehancuran keluarga (family breakdown). Selain itu Perkawinan Anak juga berisiko menimbulkan berbagai persoalan di tingkat Negara dan Bangsa. Indeks Pembangunan Manusia yang rendah, kualitas warga yang rendah, problem kesehatan masyarakat, angka kematian Ibu dan Bayi, stunting, tingkat pendidikan terutama perempuan, dan kemiskinan.(fz/bd).