Surakarta – Kemampuan problem solving yang baik masih belum ditanamkan sejak dini kepada siswa-siswi di Indonesia. Mengacu pada hasil PISA ( Program for International Student Assessment), performa anak-anak Indonesia dalam bidang membaca, matematika, dan sains masih sangat rendah. Kemampuan problem solving dapat dilatih dan dikembangkan dalam proses berpikir komputasional (Computational Thinking).
Atas dasar itu, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Surakarta menggelar kegiatan Workshop Computational Thinking, Senin (15/3/2021) bertempat di Gedung Pusat Pembelajaran Terpadu madrasah setempat. Kegiatan diikuti oleh 31 guru di lingkungan MAN 1 Surakarta yang terselenggara atas kerjasama antara tim Bebras Biro Surakarta dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Hadir dalam pembukaan acara Dekan FKIP UMS dan Kepala Kantor Kemenag Kota Surakarta. Menurut Slamet Budiyono, selaku kepala MAN 1 Surakarta, latar belakang diadakan kegiatan adalah keinginan madrasah mempersiapkan diri menghadapi abad 21. “Abad 21 ditandai dengan adanya VUCA yaitu fenomena yang menggambarkan situasi dunia yang mengalami perubahan sangat cepat karena terkait situasi yang Volatility(mudah berubah), Uncertainty (tidak pasti), Complexity ( semakin rumit ) dan Ambiguity (tidak ada kejelasan).” Sela Slamet
Sementara itu menurut Harun Joko Prayitno selaku Dekan FKIP UMS, komputer pada era saat ini telah menjadi kebutuhan manusia. Namun diingatkan agar manusia tidak dikontrol oleh komputer.
“Komputer adalah tool (alat bantu) yang bisa mempermudah pekerjaan manusia. Sehingga bisa membawa kemanfaatan bagi manusia,” kata Harun.
Ditambahkan, guru pada era ini haruslah Millenial yang adapting dan Sympaty ( simpatik ) pada siswa. Sedangkan Hidayat Maskur selaku Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta menyatakan guru haruslah bisa beradaptasi dengan perkembangan dunia. Karena orang yang bisa beradaptasi, dia akan bisa menggenggam dunia. Adaptasi ini termasuk dalam penguasaan teknologi yang terus berkembang.
Workshop Computational Thinking ini dibimbing oleh tim Bebras Biro Surakarta yang terdiri dari dosen-dosen UMS. Menurut Irma Yuliana selaku wakil dari FKIP UMS, Bebras adalah sebuah inisiatif internasional yang tujuannya mempromosikan Computational Thinking di kalangan guru dan murid mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi serta masyarakat luas.
“Bebras sendiri dari bahasa Lithuania yang dalam bahasa Indonesia artinya “berang-berang”, hewan yang dianggap cerdik dan kreatif. Hal ini jugalah yang mengilhami berfikir secara komputasional agar cerdik dan kreatif untuk memecahkan masalah,” papar Irma. Metode Computational Thinking, lanjut Irma, memiliki empat langkah yaitu Decomposition, Pattern Recognition, Abstraction, dan Algorithm. Kesemuanya bermuara pada upaya membentuk siswa yang kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah. (rsd/my/bd)