Gerakan Antisipasi Bullying di Kalangan Pelajar

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara pidana yang melibatkan anak. Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban dan pihak terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali bukan pembalasan.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Semarang Muh Habib telah menandatangani dan mendeklarasikan Gerakan Bersama Sekolah Peduli dan Tanggap Bullying melalui Keadilan Restoratif. Kegiatan yang diprakarsai oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Semarang dilaksanakan di Hotel Pesonna Semarang, Kamis (18/05).

Kepala Kantor memaparkan bahwa anak adalah tunas generasi muda yang mempunyai potensi dan peran strategis sebagai estafet kepemimpinan di masa mendatang. “Tiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana amanat UUD 1945,” kata Kakankemenag. Bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM harus dicegah dan diberikan pemahaman kepada anak sebagai langkah antisipasi.

Dengan terjadinya kasus bullying baik secara langsung atau pun melalui media khususnya di kalangan pelajar, Habib berpendapat bahwa bullying adalah tidak dibenarkan dalam ajaran agama. Perilaku ini dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan tujuan menyakiti korban baik secara fisik atau pun mental yang dapat berakibat kekerasan fisik dan psikologis dan bisa mengakibatkan tekanan, trauma dan depresi.

“Memanggil dengan nama panggilan yang tidak disukai, memunculkan isu yang tidak benar, pengucilan, menghina dan mengejek, adalah berbagai contoh tindakan bullying secara verbal. Media, lingkungan keluarga dan masyarakat serta sekolah mempunyai andil yang sangat besar dalam mendidik perilaku anak,” ujarnya.

Kakankemenag memberikan keterangan bahwa Alquran Surah Al Hujuraat ayat 11 menyebutkan, larangan mengolok-olok orang lain baik laki-laki maupun perempuan karena boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dalam ayat yang sama juga dijelaskan larangan mencela dan memanggil gelaran yang mengandung ejekan.

Terkait langkah kongkrit sebagai antisipatif yang akan dilaksanakan oleh institusi yang dipimpinnya, Kakankemenag mengatakan berupa sosialisasi kepada kalangan madrasah yaitu guru dan siswa, mendorong dan mengoptimalkan pengawasan madrasah terhadap perilaku para siswa. “Madrasah juga harus memberikan konsekwensi yang efektif atau tegas kepada pelaku sehingga menimbulkan efek jera. Melakukan komunikasi dan interpersonal yang baik serta pentingnya pendidikan karakter di sekolah,” urai Habib. Menurutnya, yang tidak kalah penting adalah guru hendaklah memberikan contoh positif kepada siswanya dan madrasah menawarkan berbagai kegiatan positif sesuai bakat dan minat siswa sehingga siswa tidak memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan yang berpotensi buruk.(ch/gt)