Mungkid – Dari 68 kasus perceraian di Kecamatan Tempuran, 67 kasus diakibatkan oleh hadirnya orang ketiga alias perselingkuhan. Tingginya perceraian masyarakat didominasi oleh karyawan dan pegawai disebabkan pola kehidupan masyarakat Kecamatan Tempuran yang semakin heterogen. Hal ini sebagai imbas kawasan Tempuran sebagai sentra industri. Bahkan tingkat kerawanan sosial sangat tinggi dibuktikan seringnya KUA menerima tamu untuk berkonsultasi tentang kehidupan rumah tangganya.
“Pada tahun 2017 ada 425 peristiwa nikah. Ada 68 perceraian. Bila dibandingkan dengan jumlah nikah, maka perceraian di Tempuran cukup tinggi yaitu 16%. Dari 16% itu, 13%-nya adalah Cerai Gugat atau perceraian atas inisiatif istri, dan 3% lagi atas inisiatif suami atau disebut dengan istilah Cerai Talak,” kata Fathurrohim saat mempresentasikan Data Nikah Cerai dan Rujuk (NTCR) pada rapat Lintas Sektoral , Kamis, (22/03) di Warung Makan Ayam Goreng Bu Ranti Tempuran. Hadir dalam rapat tersebut staf kecamatan, pimpinan dinas instansi, perwakilan Kepala Desa, Aisyiyah dan BPKBKS (Balai Pelayanan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera).
Sesuai data NTCR Tahun 2017 pada KUA Tempuran ada 1 calon suami yg berusia kurang dari 19 tahun, sehingga harus mendapatkan dispensasi dari Pengadilan Agama. Secara umum calon suami di Tempuran sudah cukup umur yakni 40% berusia 19 sd 25 tahun dan 32% berusia 26 sd 30 tahun. Calon istri sebagian besar juga sudah cukup umur yakni 56% berusia 20 sd 25 tahun, 13 % berusia 16 sd 19 tahun, sisanya berusia 26 tahun ke atas. Dilihat dari sisi profesi paling besar adalah pegawai dan karyawan yakni 54%, disusul pedagang 43%, petani 2%, dan TNI/POLRI 1%. Dari segi pendidikan Pendidikan pengantin 46% SLTA, 31% SLTP, 15% SD, 6% SARJANA, 2% DIII.
“Dari 68 kasus perceraian, profesi keluarga yang bercerai 57 merupakan pegawai /karyawan, 8 pedagang, 3 petani, 0 TNI POLRI,” katanya.
“Sebab perceraian 1 zina, 67 Perselisihan terus menerus. Uniknya dari 67 perselisihan yang menyebabkan perceraian, sebagian besarnya adalah hadirnya orang ketiga alias perselingkuhan. Fenomena ini berbeda dari apa yg terjadi di daerah lain bahwa yg menjadi pemicu perselisihan adalah masalah ekonomi,”jelasnya.
Berdasarkan data tersebut Fathurrohim menyampaikan akan menyesuaikan materi bimbingan pra nikah (Suscatin) disesuaikan dengan latar belakang calon pengantin yang hadir dan tantangan kehidupan rumah tangga di tengah masyarakat yg heterogen .
“Data NTCR itu di kesempatan lain juga kami paparkan kepada tokoh agama agar mendapatkan perhatian dan fokus dakwah,” lanjutnya.
Fathurrohim belum mendalami apakah media sosial menyumbang peran yang besar terhadap tingginya angka perceraian. Meskipun demikian, saat Suscatin ia menyampaikan himbauan agar bijak dalam menggunakan media sosial.
“Semoga data yang kami paparkan dapat digunakan instansi terkait dalam rangka menganalisis pembangunan masyarakat kecamatan Tempuran,” harapnya. (am)