081128099990

WA Layanan

08.00 - 16.00

Senin - Jumat

Kakanwil Pinta Para Peneliti Untuk Mewartakan Toleransi yang Telah Berjalan Dengan Sangat Baik di Indonesia

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang (Humas) – Bertempat di Ruang Tamu Pimpinan, Kakanwil Kemenag Prov. Jateng, Musta’in Ahmad didampingi Kabid Penaiszawa, Afief Mundzir menerima audiensi dari para peneliti yang tergabung dalam The Habibie Center pada Selasa (15/3).

Penelitian ini akan mengkulik mengenai Anak-anak yang telah terasosiasi dengan Kelompok Teroris dan Ekstrimis di Indonesia. Diketuai oleh Sopar Peranto dan berangggotakan 5 (lima) peneliti lain, antara lain Johari Efendi, Imron Rasyid, Hesti Retno BA, Indah Gitaningrum, dan Luthfy Ramiz. Lokasi penelitian berada di Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Utara (Medan), Jawa Tengah (Solo Raya) dan Sulawesi Tengah (Poso). Maka siang ini para peneliti datang melakukan audiensi dengan Kakanwil Kemenag Prov. Jateng sebagai salah satu pemangku kebijakan di wilayah Jawa Tengah.

“Agama menjadi modal penting untuk membangun diri dan bangsa karena kita telah menyatakan kalau kita ini adalah bangsa yang beragama. Bangsa Indonesia memiliki Pancasila, dan jelas pada sila pertamanya, Ketuhanan Yang Maha Esa. Lantas kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang adil dan beradab dan kerakyatan kita adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Seperti kata Gusmen Yaqut kalau agama jadi inspirasi,” tutur Kakanwil.

“Tahun 2022 dicanangkan sebagai Tahun Toleransi dan saya sangat setuju dengan Tahun Toleransi ini. Tahun ini juga akan banyak kegiatan yang mendatangkan tamu lintas negara seperti kegiatan Motogp di Mandalika, Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty (KTT G20) dan kegiatan besar lainnya, besar harapannya para tamu lintas negara dapat belajar mengenai toleransi dan hak asasi dari bangsa Indonesia,” imbuhnya.

Riset global ini dilakukan di 3 (tiga) negara yakni Iraq, Nigeria dan Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Peneliti, Sopar Peranto bahwa Indonesia termasuk sebagai sampel negara yang terhitung relatif damai dari konflik, isu perang dan terorisme, maka Kakanwil meminta kepada para peneliti dan kaum intelektual secara umum supaya dapat mewartakan toleransi yang sudah berjalan dengan baik dinegeri ini dan menceritakannya dimata dunia.

“Bangsa kita kini tumbuh dengan kesadaran akan kegaamaan yang semakin baik, salah satu bentuknya adalah antrian haji yang semakin banyak, hal ini mengkonfirmasi bahwa masyarakat Indonesia semakin sejahtera dan semakin sholeh dan sholehah karena uangnya, pendapatannya digunakan untuk ibadah haji,” tutur Kakanwil.

“Namun saya tekankan bahwa jangan sampai terjadi fenomena agama dijadikan sebagai piranti untuk kepetingan diluar agama oleh orang-orang yang sekadar mengetahui informasi mengenai agama bukan paham betul dengan ilmu agama. Apalagi sekarang bertemu dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat mudah orang mengakses segala informasi. Maka Kementerian Agama hadir dengan kemoderatannya, kita selalu menggaungkan tentang Moderasi Beragama, tidak telalu kanan lalu jadi paham radikalisme dan terorime, atau terlalu kiri lalu jadi paham atheisme,” pungkasnya.

Kakanwil menuturkan andaikata Moderasi Beragama tidak menjadi program pemerintah maka sejatinya agama sudah memberikan pelajaran itu. Moderasi beragama itu sesungguhnya merupakan atribut yang diberikan pada proses dialketika hidup yang mengembangkan sikap tolerasi, anti kekerasan dan harmoni. Apabila kita beragama secara moderat maka sikap keseharian kita akan menjadi toleran, antikekerasan dan harmoni.

“Maka bila ada sekelompok orang yang menciderai HAM dengan salah satu contohnya yakni tindak terorisme maka dia tidak mencerminkan agama. Agama itu harus damai,” pungkasnya. (ps/rf)