Pati – Keluarga Buddhayana Indonesia (KBI) Kabupaten Pati menyelenggarakan visudhi (pengukuhan) pandita di Vihara Metta Manggala, Desa Payak, Kecamatan Cluwak pada Sabtu, (19/2/2022).
Sebanyak empat orang pandita di Visudhi oleh Bhikkhu Nyanasuryanadi, Mahathera, sebagai Mahanayaka Uppajaya dan Acariya dalam Sangha Agung Indonesia (SAGIN).
Visudhi pandita ini dihadiri oleh seluruh pengurus Keluarga Buddhayana Indonesia Kabupaten Pati, juga dihadiri oleh sebagian besar pengurus Pesamuan Umat Buddha (PUB) di bawah binaan Majelis Buddhayana Indonesia Kabupaten Pati. Peserta yang hadir diharapkan turut menjadi saksi telah dikukuhkannya empat orang pandita ini.
Dalam kesempatan itu, bhante (sebutan untuk bhikkhu) menyampaikan bahwa pandita adalah orang yang dianggap bijaksana, sehingga hendaknya dapat menjadi contoh/teladan bagi umat Buddha, baik melalui ucapan maupun tingkah laku. Dan sebagai orang yang bijaksana, seorang pandita juga harus dapat menjadi konsultan untuk permasalahan umat yang memiliki pemikiran yang bijak dalam menyelesaikan masalah.
“Pandita memiliki tugas pelayanan di Vihara, baik upacara keagamaan, ceramah Dhamma, upacara pernikahan, upacara kematian, maupun tugas-tugas lain yang harus melibatkan pandita,” pesan bhante.
Sementara menurut salah satu pandita yang baru divisudhi, Romo Pasiman mengaku merasa bangga telah dipercaya untuk menyandang selendang pandita, namun juga tertantang dalam tugasnya untuk menjadi teladan bagi umat, karena sebagai umat perumahtangga (gharavasa), banyak sekali hal yang menuntut pengendalian pikiran, ucapan, maupun badan jasmani.
“Bagi saya, menjadi pandita adalah salah satu pengabdian kepada agama Buddha, serta upaya untuk terus dapat melakukan kebajikan sekaligus belajar Dhamma (ajaran Buddha),” ucap Romo Pasiman.
Saat dikonfirmasi usai acara, penyuluh agama Buddha Kankemenag Kab. Pati, Jumi’ah mengatakan bahwa sebelum adanya pelaksanaan visudhi, empat calon pandita ini telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kepanditaan yang diselenggarakan oleh Majelis Buddhayana Indonesia.
“Ini merupakan visi Perkumpulan MBI yakni menjadi persamuhan Upasaka dan Upasika di Indonesia yang memiliki semangat Buddhayana dan Bodhicitta, dengan fokus pada pengembangan Upasaka Pandita dan Upasika Pandita yang kompeten dan memadai serta pemberdayaan ekonomi umat melalui sistem pendidikan dan pelatihan terstruktur dan terpadu dengan memanfaatkan teknologi informasi,” beber Jumi’ah.
Menurut Jumi’ah, sebutan pandita secara umum diartikan sebagai pemuka agama, demikian juga dalam Agama Buddha, pandita adalah mereka yang dianggap sebagai orang yang memiliki kebijaksanaan, sehingga pantas menjadi pemimpin atau panutan oleh Umat Buddha. Seperti dalam syair Dhammapada, Bab VI Pandita Vagga, yaitu syair-syair tentang sifat-sifat orang bijaksana:
“Ovadeyyānusāseyya, asabbhā ca nivāraye
Sataṁ hi so piyo hoti, asataṁ hoti appiyo”
Yang artinya “Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk, dan melarang apa yang tidak baik,
orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat”
“Syair di atas menjelaskan bahwa seorang pandita adalah mereka yang layak untuk memberi nasehat, petunjuk, serta melarang orang lain untuk melakukan hal yang tidak baik,” tegas Jumi’ah.
Para pandita diharapkan mampu menjadi kepanjangan tangan bagi Sangha, dalam memberikan pelayanan bagi umat Buddha, baik melalui upacara keagamaan, maupun penyampaian Buddha Dhamma. Karena Sangha yang memiliki anggota terbatas, dirasa belum mampu menjangkau sampai pada “akar rumput” dalam tugas pembinaan umat Buddha sehari-hari, sehingga apabila telah ada pandita di sebuah vihara, maka diharapkan pelayanan keagamaan Buddha akan tetap berjalan, dan agama Buddha terus berkembang.
Berikut empat orang pandita Kabupaten Pati yang divisudhi, Mugi Prasojo dan Yoyok Sukisyono dari Vihara Metta Manggala Payak, Pasiman dari Vihara Svara Dharma, Sentul, dan Suyikno dari Vihara Dwi Dharma Loka, Karangsari.(jum-at/Sua)