Semarang – Menindaklanjuti mencuatnya berita tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai Pimpinan Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi Kota Semarang kepada 6 santrinya, Tantowi Jauhari selaku Kasi PD. Pontren Kankemenag Kota Semarang didampingi jajarannya melakukan tinjauan langsung ke lokasi yang berada di Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur.
Jumat (8/9/2023), didampingi Lurah, Camat, dan petugas keamanan setempat, rombongan Kankemenag Kota Semarang melakukan tinjauan ke lokasi tersebut.
Dari hasil pengamatan langsung, Tantowi mengungkapkan, bangunan yang dikatakan sebagai Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi tidak layak disebut sebagai pondok pesantren. “Bangunan yang kami temui berada di jalan yang cukup sempit, sehingga kami kesulitan menuju ke lokasi. Luas secara keseluruhan tidak sampai 100m2. Bangunan dalam kondisi terkunci, hanya terdiri dari dua kamar, dan tidak terdapat aktivitas kegiatan keagamaan,” tuturnya.
“Padahal, berdasarkan UU Nomor 18/2019 tentang Pesantren, syarat utama ketentuan sebuah pondok pesantren diantaranya, memiliki bangunan asrama yang terpisah antara santri dan pengasuh dan terdapatnya tempat ibadah di dalam lingkungan Ponpes. Jelas dari pengamatan langsung di lokasi, bangunan ini bukanlah sebuah pondok pesantren,” imbuhnya.
“Maka kami tandaskan, tempat ini tidak memenuhi syarat sebagai bangunan pondok pesantren, dan Hidayatul Hikmah Al Kahfi yang berlokasi di Kota Semarang bukanlah sebuah pondok pesantren. Sekali lagi kami tandaskan, Hidayatul Hikmah Al Kahfi bukan pondok pesantren,” tandasnya.
Selain itu, Tantowi beserta rombongan juga melakukan wawancara dengan masyarakat sekitar. “Menurut keterangan warga sekitar, tempat itu menjadi tempat untuk mencari ilmu agama bagi anak-anak mereka. Mereka sendiri kurang mengetahui, aktivitas apa saja yang ada di tempat tersebut,” ujarnya
Oleh karenanya, ia menyampaikan, guna membuka wawasan masyarakat Kota Semarang, Kemenag akan segera melakukan sosialisasi tentang keagamaan melalui penyuluh agama Islam. “Agar peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi, maka kami Kementerian Agama perlu meluruskan apa itu istilah nyari ilmu agama. Jangan sampai masyarakat kembali tersesatkan,” pungkasnya.(Tantowi/NBA/bd)