Mina — Melontar jumrah adalah salah satu wajib haji. Jika hal ini ditinggalkan maka jamaah haji akan terkena dam atau denda. Walaupun wajib, tetapi melontar jumroh bisa diwakilkan. Karena sifatnya yang wajib maka setiap jamaah hampir semua melaksanakan prosesi melontar jumrah.
Prosesi melontar jumrah punya sejarah tragedi yang menakutkan. Pada tahun 1990 tepatnya pada musim haji tahun itu bulan Juli terjadi tragedi Mina di mana ribuan jemaah haji menjadi korban. Menurut catatan harian Kompas yang mengutip investigasi dari LA times menyebutkan bahwa daya tampung dari terowongan tersebut adalah sekitar 40.000 jmaah sedangkan pada saat kejadian terowongan tersebut berisi lebih dari 50.000 orang.
Hal hal ini diperparah dengan matinya kipas yang mengalirkan oksigen ke dalam terowongan. Akibatnya banyak jemaah haji yang balik kanan keluar terowongan karena mengalami sesak nafas. Jamaah yang balik kanan tersebut tentu saja bertabrakan dengan jam yang akan masuk ke dalam terowongan membuat banyak jamaah yang terhimpit bahkan jatuh ke jembatan layang di luar mulut terowongan.
Tragedi Mina yang diceritakan dari mulut ke mulut tentu saja membuat para jemaah haji yang menunaikan ibadah Haji untuk pertama kali sangat waspada dan berhati-hati ketika melakukan prosesi lontar jumrah. Bahkan perasaan khawatir dan takut kadang menghantui jamaah haji ketika mau melaksanakan prosesi lontar jumroh.
“Tetapi haji di masa pandemi ini memang lain daripada yang lain. Pembatasan yang dilaksanakan oleh pemerintah Arab Saudi benar-benar telah mengubah kondisi prosesi lontar jumroh. Jika dahulu pemerintah Arab Saudi sangat ketat dalam melarang membatasi waktu lontar jumroh saat ini pembatas larangan itu masih ada tetapi pada prakteknya tidak seketat dahulu,” papar Ketua Kloter SOC 09, Ahmad Fahimi dalam keterangan tertulisnya, Senin, 11 Juli 2022.
Pemerintah Arab Saudi masih mengeluarkan larangan jam-jam melempar bagi jamaah Asia tenggara karena dikhawatirkan berdesak-desakan dengan jamaah dari negara lain yang memiliki postur tubuh besar dan kuat. “Tetapi sebenarnya jumlah jamaah dari negara lain yang berpostur tubuh besar dan kuat tidak sebanyak biasanya. Sehingga nyaris tidak ada suasana berdesak-desakan,” terang Fahimi.
Ketika melaksanakan prosesi lontar jumrah aqobah tepat setelah jam larangan bagi warga Indonesia dicabut yaitu pukul 11.00 WIB siang, suasana di terowongan maupun di tempat lontar jumroh cenderung sepi. Jamaah bisa melontar jumroh dengan bebas tanpa berdesak-desakan sama sekali.
“Bahkan biasanya jemaah yang berkursi roda dilarang untuk melontar, sekarang pun tidak ada larangan bagi mereka yang menggunakan kursi roda. Inilah yang namanya berkah dari Tuhan setelah pandemi. Tidak muncul lagi sekarang ketakutan dalam lontar jumroh. Yang ada saat ini hampir semua prosesi ibadah haji berlangsung dengan lancar dan nyaman,” pungkas Fahimi.
Mina, 11Juli 2022
Kontributor : Ahmad Fahimi
Editor : Shofatus Shodiqoh/rf