Rembang – Amanat Undang-Undang nomor 16 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sudah disosialisasikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Namun demikian, pada komunitas masyarakat tertentu, Undang-undang ini belum sepenuhnya bisa diimplementasikan karena tradisi.
Pada sebagian masyarakat, menikahkan anak pada usia dini sudah menjadi tradisi. “Pada suatu Desa di Kecamatan Gunem itu, anak-anak perempuan meski belum usia 19 tahun sudah dinikahkan. Menurut mereka, usia di atas 15 tahun sudah matang untuk menikah. Justru kalau belum menikah dianggap terlambat menikah,” kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Moh. Mukson ketika berbincang dengan pimpinan Kemenag Rembang dan Pengadilan Agama Rembang, Selasa (30/5/2023).
Perbincangan tersebut diadakan ketika kunjungan dari Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Rembang, M. Safi’I, Wakil Ketua PA Rembang, Nadimin, dan Panitera PA Rembang, Kastari. Kunjungan mereka diterima oleh Kepala Kankemenag Kabupaten Rembang, M. Kafit didampingi Moh. Mukson.
“Ada pula yang menikahkan dini putri mereka karena faktor ekonomi. Ketika ada yang meminang anak perempuan mereka, diterima saja. Karena dengan itu mereka terlepas dari kewajiban menafkahi anaknya,” lanjut Mukson.
Lain lagi dengan cerita Kepala Kemenag Rembang, M. Kafit. Pada komunitas masyarakat Samin, Blora, mereka menikah di KUA, tapi dengan adat mereka. “Ketika ada anak-anak mereka saling suka, lantas dinikahkan.
Ketua PA Kabupaten Rembang, M. Safi’i mengatakan, permohonan dispensasi nikah dini (untuk catin di bawah usia 19 tahun) di Rembang masih banyak. “Permohonan dispensasi tersebut dikabulkan apabila ada faktor yang justru dengan tidak mengabulkan malah mendatangkan madarat,” kata Safi’i.
Baik Kemenag dan PA sepakat untuk bersninergi dengan mengadakan kegiatan bersama mengedukasi masyarakat untuk melaksanakan pernikahan yang ideal. Kerja sama tersebut di antaranya mengadakan sidang di KUA Kecamatan. Sidang tersebut untuk istbat nikah, dispensasi nikah, dan perceraian. — iq/rf