Kota Pekalongan – Maraknya kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTP-A) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menyita perhatian Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPMPPA) setempat melibatkan para awak media dan insan pers untuk membantu menekan dan mencegah hal tersebut.
Kepala DPMPPA Kota Pekalongan, Sabaryo Pramono melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kabid P3A) pada DPMPPA setempat, Nur Agustina menjelaskan bahwa, media dinilai memiliki peran penting satu pilar untuk membantu perlindungan anak dan perempuan serta pencegahan tindak pidana perdagangan orang di Kota Pekalongan. Menurutnya, media sebagai influencer untuk mengkomunikasikan pesan secara cepat di tengah masyarakat mampu membantu penanganan hal tersebut agar tindak pidana itu tidak terjadi lagi.
“Walaupun mereka sudah banyak melakukan pemberitaan dan memahami kode jurnalistik, tetapi kita perlu untuk sharing bersama terkait dengan hal-hal berhubungan dengan hak-hak anak dan perempuan, dampak dari pemberitaan kasus-kasus anak dan perempuan, dan perspektif tentang pemenuhan hak mereka. Para awak media kita undang pada hari ini supaya minimal mendapat masukan terkait partisipasinya dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang di Kota Pekalongan,” ucap Agustin, usai membuka kegiatan Sosialisasi Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTP-A) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), berlangsung di Ruang Buketan Setda Kota Pekalongan, Kamis (13/10/2022).
Agustin menerangkan bahwa, adapun narasumber dalam sosialisasi ini dari Jaksa Intel Kejari Kota Pekalongan, Meisyah yang menyampaikan materi mengenai Undang-Undang Perlindungan dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Pekalongan, Trias Purwadi menyampaikan tentang Peran Media Massa. Lanjutnya, Agustin menyebutkan, bahwa kekerasan perempuan dan anak masih ditemukan di Kota Pekalongan, sehingga upaya pencegahan harus terus dilakukan dengan melibatkan semua pihak, termasuk media.
Berdasarkan data dari Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak, dan Remaja (LPPAR) Kota Pekalongan, tercatat pada tahun 2021 ada kekerasan gender sebanyak 12 kasus dan 10 kasus kekerasan pada anak. Sementara, pada awal tahun 2022 hingga Oktober 2022 ini, ada 31 kekerasan gender dan 17 kasus kekerasan anak di Kota Pekalongan.
“Kita melihat bahwa jika ada satu kasus kekerasan saja sudah cukup memprihatinkan dan membuat dampak trauma yang luar biasa bagi korban. Yang penting upaya pencegahan harus terus diupayakan dengan melibatkan semua pihak untuk lebih aware. Di LPPAR sendiri ada 14 S.O.P layanan mulai dari pengaduan sampai rujukan, yang sekarang banyak di pendampingan psikologis dan pendampingan hukum serta rujukan,” tegasnya.
Sementara itu, Jaksa Intel Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan, Meisyah memaparkan bahwa, kasus jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang sudah masuk ditangani oleh Kejaksaan Negeri Pekalongan selama ini memang tidak banyak. Dimana, penyebabnya mayoritas ada dua yakni permasalahan ekonomi dan permasalahan adanya pihak ketiga.
“Misalnya, suaminya memiliki Wanita Idaman Lain (WIL). Yang bisa dilaporkan ada disertai kekerasan fisik dan psikis, tetapi yang sering terjadi memang adanya kekerasan fisik,” tegas Meisyah.
Meisyah menambahkan, kekerasan yang masuk kategori KDRT sendiri tidak hanya terjadi pada suami-istri saja, melainkan juga bisa melibatkan orang yang tinggal di rumah tersebut seperti ponakan, kakek, adik ipar, dan sebagainya, walaupun usianya dewasa.
“Ketika sudah terjadi kekerasan, biasanya hampir 90 persen pasti berakhir pada perceraian. Makanya, mereka lebih bercerai dan tidak melakukan pelaporan pidananya.” pungkasnya. (Tim/@nSi/bd).