Memahami Pancasila dengan Maqashidus Syari’ah

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Tarawih Keliling (tarling) bersama walikota dan Muspida serta jajaran ASN Kementerian Agama Kota Semarang berlangsung di Aula Kankemenag Kota Semarang, Jum’at (09/06). Tema yang diambil pada kegiatan tersebut adalah Dengan Selalu Membudayakan Nilai-Nilai Pancasila. Seusai salat tarawih dan witir, para jemaah mendengarkan ceramah yang disampaikan oleh ustadz Fahrurrozi.

Disampaikan, semua warga negara Indonesia pasti menginginkan negeri kita ini indah dan damai karena akan kita wariskan pada generasi mendatang. Ia menerangkan bagaimana kita memahami Pancasila dengan maqashidus syari’ah sesuai dengan ajaran agama Islam.

Sila pertama Pancasila, terkandung makna hifdzul fithrah (memelihara/ menjaga fitrah). Fithrah manusia sejak lahir adalah berbeda. “Jangankan dengan yang beda agama, dengan yang seagama saja kita bisa berbeda,” terang Fahrurrozi.

Ia mencontohkan jumlah bilangan salat tarawih berbeda, ketika orang salat berjemaah, makmum mengikuti imam dalam memulai takbir juga berbeda. Termasuk dalam surat yang dibaca ketika salat, ada yang senang surat panjang, ada yang senang surat pendek.

“Oleh karenanya makmum yang baik hormatilah imam dan imam yang baik mengertilah makmumnya. Rakyat yang baik hormatilah pimpinan dan pemimpin yang baik mengertilah rakyatnya,” jelasnya.

“Berbeda dalam hal furu’iyah adalah no problem. Islam mengajarkan Lakum dinukum waliyadin, hubungan antar manusia tidak ada masalah dan tidak boleh mencampuradukkan agama dengan agama,” imbuhnya.

Sila kedua, diterangkan mengandung maksud hifdzunnasl (memelihara keturunan dan kehormatan). Islam mencintai keturunan dan sangat menjunjung tinggi kehormatan manusia. Bahwa hubungan manusia antar manusia selayaknya dijaga agar mempunyai adab yang bagus. Kita juga harus menjaga keturunan dan rumah tangga dengan baik.

Diterangkan sila ketiga Pancasila dengan maksud hifdzunnafs (memelihara nafsu/jiwa). Menurutnya melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar harus dengan cara yang baik (ma’ruf). Jika mengajak dengan cara yang mungkar maka akan membuat kemungkaran berikutnya yang lebih besar.

“Jangan sampai ada darah tumpah di antara negeri kita. Manusia lahir tidak ada pilihan suku Jawa, Arab atau Cina. Menentang suku berarti menentang kehendak Allah Swt. Perintah agama adalah lita’arafu supaya kita saling mengenal satu dengan yang lain. Budaya yang berbeda harus disikapi dengan bagus,” papar sang ustadz.

Selanjutnya sila keempat, hifdzul’aql, menjaga akal. Manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna diciptakan dengan akal. Akal pulalah yang membedakan manusia dengan ciptaan Allah yang lainnya, karenanya penggunaan akal harus disikapi dengan baik.

Terakhir, sila kelima, hifdzulmal (menjaga harta benda). Ia mengingatkan, sebagai muslim kita diperintahkan untuk mengelola harta benda dengan baik sebagaimana termaktub dalam Surah At Takatsur. Pendistribusian harta berupa zakat, infak dan sedekah telah diatur oleh pemerintah melalui Baznas. Sila kelima mempunyai makna agar umat mendapat keadilan yang merata dan dapat mengakses ekonomi dengan sebaik-baiknya.

Di akhir ceramahnya, Fahrurrozi mengajak para jemaah untuk memahami nilai-nilai Pancasila. “Memahami Pancasila dengan maqashidus syari’ah artinya adalah sebuah keharusan di antara kita untuk saling mengisi, seiring dan sejalan karena yang merumuskan Pancasila adalah para tokoh ulama pendahulu kita,” pungkasnya. Selanjutnya rangkaian acara tarling ditutup dengan do’a.(ch/gt)