Tegal- Radikalisme merupakan sebuah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial maupun politik dengan cara kekerasan atau drastis, sedangkan terorisme merupakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan tertentu, demikian pernyataan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Wilayah Jateng, DR. Fadlolan Musyaffa’ Lc. MA dalam acara Orientasi Radikalisme dalam Dunia Islam, Rabu (12/12/2018) di Aula Kantor Kemenag Kota Tegal.
Menurut Fadlolan, Gagasan radikalisme mulai muncul pada waktu pemimpin gerakan Wahabi yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su’udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi, dari sinilah radikalisme agama muncul dari gagasan ulama yang ditopang oleh penguasa, sehingga dapat merubah sendi agama (aqidah) menjadi sebuah idiologi radikal
Sementara istilah terorisme di dunia internasional belum menemukan kata sepakat dalam mendefinisikanya, mungkin diantara faktornya karena setiap kelompok ingin mengedepankan kepentinganya masing-masing. Disini ada perbedaan yang tampak dalam pengelolaan antara Blok Barat yang dimotori Amerika Serikat dan Blok Islam dengan simbol-simbol perlawanan seperti di Palestina, Irak dan Afganistan,”jelas Fadlolan
Disisi lain, terang Fadlolan, radikalisme di Indonesia muncul melalui sejarah seorang tokoh bernama Abdullah Azzam yang memiliki cita-cita dengan target jihad pada seluruh kawasan yang dahulu pernah menjadi daulah islamiah era khilafah islamiah. Dia memiliki motto “Berperang terus sampai mati tetap menjadi fardlu ‘ain”.
Pandangan Abdullah Azzam ini yang kemudian menjadi landasan syar’i dari beragam kelompok jihad yang berada di Afganistan, kendati sudah meninggal gagasan tersebut tersebar melalui buku dan video, yang akhirnya gagasan tersebut diajarkan diseluruh Indonesia yang dimulai dari pesantren Al mukmin Ngruki.
Buku tentang gagasan Abdullah Azzam yang diajarkan di pesantren Ngruki tersebut merupakan pengantar untuk masuk dalam doktrin Baasyir yang berjudul “Pedoman mengamalkan Islam menurut Al-Quran dan As-Sunnah.
Setidaknya ada beberapa pint pokok pikiran Baasyir diantaranya, dienul Islam wajib diamalkan secara murni, tidak boleh tercampur dengan ajaran dan hukum buatan manusia, tidak terpotong-potong syariatnya dan harus diamalkan secara kepemerintahan dengan kekuasaan.
Yang pada akhirnya pada tahun 1999 Indonesia memperoleh perhatian setelah ada kerusuhan, khususnya di Ambon dan Poso, yang saat itu posisi umar Faruq digeser dari Filipina ke Indonesia, dari sinilah radikalisme/terorisme mengakar di Indonesia sampai sekarang dan berkembang berbagai macam bentuk radikalisme,”ungkapnya. (IM/rf)