Semarang –Melihat hal dari satu sisi saja menyebabkan rentan terjadi perpecahan di dalam kehiduan beragama. Sebaliknya, memperluas pandangan tentang satu hal mendorong kita semakin mudah membangun moderasi beragama.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah dalam kegiatan Seminar Sehari ‘Moderasi Beragama dan Profesionalitas Guru Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (PABP). Giat ini digelar oleh Forum Guru Agama DPK Kementerian Agama Kota Semarang pada Senin (27/12/2021) di aula Kemenag Kota Semarang.
Menurut Musahadi, kita perlu mengelola pikiran kita untuk tidak berpikir pragmatis layaknya sebuah komputer. “Komputer itu akan bekerja jika ada aplikasi di dalamnya. Tapi kalau tidak ada aplikasi, komputer tidak akan bekerja. Oleh karena itu, agar tidak menjadi pragmatis kita harus mengelola otak dan pikiran kita dengab banyak pengalaman,” kata Musahadi.
Dengan memperluas wawasan, kita lebih bisa menghargai pendapat orang lain dan mudah untuk mengembangkan moderasi beragama. “Dengan memperkaya perspetif, kita akan dengan mudah menjalankan moderasi beragama,” ujarnya.
Musahadi memaparkan, moderasi beragama adalah pilihan strategis untuk merawat kebhinnekaan. “Semua agama mengajarkan cara beragama secara moderat, tidak berlebihan dan tidak ekstrem. Nilai-nilai universal agama menjadi fondasi dan titik berangkat moderasi beragama,” tutur Musahadi.
Ditambahkannya pula, agama erat kaitannya dengan relung emosi terdalam dan terjauh di dalam jiwa setiap manusia. “Maka akan sangat mudah dipahami, konflik yang berlatar belakang perbedaam klaim kebenaran tafsir agama, tentu daya rusaknya akan lebih dahsyat dan berjangka panjang,” ujar Musahadi. — iq