081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

Search
Close this search box.

Penanaman Sejarah Kebangsaan akan Memperkuat Moderasi Beragama

Kota Mungkid – Kepala Kankemenag Kab. Magelang, Muhammad Miftah menyampaikan moderasi beragama sebenarnya sudah lama dipraktikan oleh para nenek moyang bangsa Indonesia. Para nenek moyang telah terbiasa hidup rukun sejak dulu dalam perbedaan dan para pendiri bangsa telah sepakat bahwa bangsa Indonesia hidup dalam bingkai NKRI. Semangat kerukunan tersebut harus tetap digaungkan agar para generasi muda mempunyai pemahaman yang kuat akan pentingnya menjaga nilai-nilai luhur warisan nenek moyang akan pentingnya bersatu dan hidup rukun. Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Kemenag Kab. Magelang kepada para Pemuda Lintas Agama dalam kegiatan Penguatan Moderasi Beragama Pemuda Lintas Agama yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Buddha, Selasa, 18/07/2023 di Hotel Doman, Borobudur. Kepada para pemuda tokoh lintas agama, Miftah menegaskan pentingnya penanaman sejarah kebangsaan yang telah mewariskan nilai-nilai luhur dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai Negara Republik Indonesia. Sebab dengan kuatnya semangat akan persatuanlah yang akan menjaga anak-anak bangsa terhindar dari friksi-friksi berbasis Suku Agama Ras dan Agama (SARA). “Para nenek moyang telah terbiasa hidup rukun sejak dulu dalam perbedaan. Dan para pendiri bangsa telah sepakat bahwa bangsa Indonesia hidup dalam bingkai NKRI,” kata Miftah. Dalam era kekinian, muncullah istilah “moderasi beragama” yang kemudian dirasakan sangat penting manfaatnya dalam menciptakan kerukunan khususnya sesama pemeluk agama maupun antar umat beragama. “Simbol-simbol agama banyak digunakan untuk menarik simpati. Jika tidak diwaspadai maka akan menimbulkan friksi-friksi dalam kehidupan bermasyarakat,” kata Miftah. Miftah menyampaikan bagaimana Gajah Mada bersumpah untuk mempersatukan nusantara dalam genggaman kerajaan Majapahit. Sudah barang tentu luasnya wilayah Majapahit waktu itu, kekuasaannya terbentang dari Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur terdiri atas suku, ras dan keyakinan yang berbeda-beda. Selanjutnya, dalam proses perumusan Pancasila yang terkenal dengan Piagam Jakarta. Para tokoh ulama yaitu KH Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan KH Wahid Hasyim yang tergabung dalam Panitia Sembilan kemudian bersepakat untuk menghapus kalimat “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, agar tidak mencederai hati masyarakat dari Indonesia Timur. “Semangat untuk bersatu inilah yang harus disampaikan ketika para penyuluh memberikan penyuluhan, semangat akan persatuan yang memungkinkan bangsa Indonesia bisa berdiri,” tegas Miftah. Miftah menyampaikan saat ini Bangsa Indonesia telah menjadi contoh bagi bangsa-bangsa di dunia dalam merawat persatuan dalam kondisi yang heterogen. Di mana bangsa Indonesia bisa hidup dengan penuh toleransi, rukun dan damai. Maka moderasi beragama akan semakin kuat, mengakar dan tumbuh subur manakala warga negara Indonesia mempunyai keinginan kuat untuk bersatu. Hadir dalam kegiatan tersebut Kasubdit Kelembagaan dan Kasubdit Penyuluhan Ditjen Bimas Buddha Kemenag RI, dan Penyelenggara Buddha, Saring.(m45k/Sua)      
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content