Batang – Pandemi Covid-19 telah berjalan sejak awal tahun 2020 atau hampir dua tahun yang mengharuskan semua pihak untuk menyesuaikan diri dalam segala aspeknya. Dalam dunia pendidikan berlaku Pembelajaran Jarak Jauh PJJ on line dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Berjalannya waktu di semester genap tahun pelajaran 2021/2022 ini dimulai masa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang mengharuskan semua pihak yang terlibat harus slaing berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Salah satu syarat administrasi adalah bahwa semua warga sekolah sudah melaksanakan vaksin.
Kepala SMA Negeri 1 Bawang Bapak H. Sugito memaklumi bahwa semangat belajar siswa harus ditingkatkan atau dibangkitkan lagi. Atas dasar ini maka dilaksanakan kegiatan Jumat Pagi Bersih Sehat dan Religius (JUMPA BERCERIA) dengan mengambil tema Motivasi Belajar dan Siraman Rohani di Era PTM Terbatas. Acara itu diselenggarakan di Mushola pada Jumat (7/10) yang lalu. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Pembina OSIS, Perwakilan Guru dan Karyawan serta Siswa Kelas X sejumlah 200an. Hadir sebagai pembicara sekaligus motivator adalah Bapak Nasikhin (Pengawas PAI SMP/SMA Kantor Kementerian Agama Kabupaten Batang).
Dalam pemaparannya Nasikhin menyampaikan bahwa setiap amal perbuatan tergantung pada niat. Niat yang benar akan membangkitkan motivasi yang maksimal dalam setiap kegiatan, motivasi ini yang dikenal dengan istilah lillahi ta`ala. Beraktifitas karena dan untuk Allah haruslah yang maksimal dan terbaik. Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun dari luar. Motivasi belajar / menuntut ilmu banyak disebutkan dalam al-Qur`an ataupun hadts NAbi SAW.
“ Agama Islam menuntun umatnya untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri menjadi yang terbaik dan bermanfaat bagi sesamanya “khairun nasi anfa`uhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia yang lainnya),” kata Naskhin.
Dia menambahkan bahwa menjadi pribadi yang bermanfaat tentunya harus didasarkan pada kualitas pribadi masing-masing muslim. Menuntut ilmu menjadi sebuah keniscayaan dalam proses menuju `alim yang secara bertahap dari munculnya rasa cinta. Kun `aliman au muta`aliman au mustami`an au muhibban wala takun khamisan.
“ Menutut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan gender, dimulai sejak buaian hingga saat kematian, dari negeri yang terdekat sampai yang terjauh, dari negeri muslim hingga ke negeri non muslim,” tambahnya.
Nasikhin juga menegaskan banyak tokoh-tokoh pendahulu kita yang dengan keterbatasan baik fisik maupun materi tetap semangat menjadi alim ulama. Ada yang yang dalam kondisi catat fisik dapat menjadi ilmuan. Ada yang hidup dalam kemiskinan bisa merubah nasibnya menjadi ilmuan. Bahkan ada diantara tokoh hadits yang awalnya hampir berputus asa dalam menuntut ilmu tapi bisa belajar dari tetesan air yang mampu melubangi batu sehingga ia dianggap sebagai anak batu (Ibnu Hajar al Ashqalani) dan tokoh-tokoh yang lainnya.
“ Dengan ilmu yang dimiliki maka seseorang bisa selektif dalam menerima informasi yang ada. Informasi mana yang benar dan dapat dipercaya dan mana yang tidak benar, informasi mana yang haq dan informasi yang hoax, jangan sampai terjebak dalam infrmasi yang menyesatkan dan bisa memecah belah keutuhan bangsa,” tegasnya.
Dia juga menggambarkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk berperilaku washatiyah moderat dalam beragama dan bermasyarakat. Bagaimana moderasi dalam Islam, moderasi dalam pendidikan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak ayat al-Qur`an dan hadits yang menjelasakan keutamaan orang yang berilmu dan bodoh, orang yang sedang menuntu ilmu dan orang yang tidak mau belajar, dan sebagainya.
“ Secara sederhana, moderasi beragama dapat dipahami sebagai sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah (wasathiyah), selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam praktik beragama. Moderasi Beragama bukan berarti kompromi menukar-nukar keyakinan, melainkan saling menghormati tafsir dan praktik beragama, lebih mencari titik temu ajaran agama, ketimbang memperdebatkan perbedaannya. Setiap warga masyarakat pemeluk agama, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka,” tuturnya.
Sementara itu Agustina Winiastuti Waka urusan kesiswaan menyampaikan bahwa pihak sekolah senantiasa berusaha agar kegiatan belajar mengajar senantiasa berpatokan pada SRA (Sekolah Ramah Anak). Semoga ke depannya kegiatan keagamaan yang ada semakin bervariasi dan menarik sehingga dapat menjadi satu sarana bagi terciptanya pribadi yang siap menjaga keutuhan NKRI terutama pada masa pandemi seperti sekarang ini.
“ Kegiatan motivasi belajar TPM Terbatas ini dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan seperti mengukur suhu badan, cuci tangan, memakai masker, menjaga jarak dan membatasi kerumunan, meski demikian tidak mengurangi nilai dan manfaat kegiatan ini, kedpan kita akan kembangkan lagi kegiatan seperti ini agar para siswa dapat menjadi pribadi yang baik yang akan selalu menjaga keutuhan NKRI,” pungkasnya. (Nasikhin /Zy.Humas)