Karanganyar – Minimnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS (ODHA) membuat mereka tidak berani melakukan proses pemulasaran jenazah pengidap HIV/AIDS karena khawatir tertular penyakit tersebut. Berbekal keprihatinan itu, Penyuluh Agama Islam Kecamatan Jumantono, Sri Lestari menggandeng Komisi Penanggulangan Aids (KPA) dalam mensosialisasikan Pemulasaran Jenazah ODHA.
“Mengapa kami mengadakan acara ini, karena kami menyadari masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang bagaimana pemulasaraan jenazah yang mengidap penyakit HIV & AIDS. Maka dari itu setelah diadakannya pelatihan ini besar harapan kami supaya masyarakat tidak khawatir lagi saat melakukan pemulasaraan jenazah pengidap penyakit HIV & AIDS.” kata Sri Lestari saat ditanya tim Humas Kemenag Karanganyar, (05/11).
Selain bekerjasama dengan KPA Karanganyar, Penyuluh Agama Islam Kecamatan Jumantono juga bekerjasa sama dengan DMI Kecamatan Jumantono dan Kasi Kesra Kelurahan Jumantono guna menyebarkan undangan kegiatan.
“Sebenarnya jenazah ODHA jika didiamkan selama empat jam itu virusnya sudah mati. Memang ada potensi penularan, tapi itu dari penyakit infeksiusnya bukan HIV AIDS-nya,” tambah Sri Lestari.
Lebih lanjut Penyuluh Jumantono ini mengatakan bahwa prinsip dari penanganan jenazah ODHA ini lebih menitikberatkan pada terpenuhinya alat pelindung diri bagi tenaga pemulasaran jenazah.
“Prinsipnya penanganan jenazah ODHA sama dengan jenazah penderita infeksius lainnya, hanya lebih menitikberatkan pada alat pelindung diri,” jelasnya.
Alat pelindung diri (APD) yang dibutuhkan dalam pemulasaraan jenazah ODHA ini sangat mudah didapatkan di pasaran dan terjangkau dari segi harga. APD tersebut meliputi sarung tangan (handscoone), celemek plastik (aprone), penutup kepala (hairnet), penutup hidung (masker), kacamata dan sepatu bot.
“Selain pemenuhan APD bagi pemulasara jenazah, prinsip pemulasaran jenazah ODHA yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan air limbah saat memandikan jenazah yang harus dilokalisir sedemikian rupa.” tutupnya. (sri-hd/bd)