Kota Pekalongan – Pada penghujung tahun ini PSGA UIN Gus Dur selenggarakan kegiatan pendampingan kurikulum responsif gender. Kegiatan yang diikuti oleh pemangku kebijakan akademik di berbagai level baik rektorat, dekanat maupun jurusan ini diselenggarakan pada Senin, 13 Desember 2022.
Prof. Dr. Imam Kanafi M. Ag., selaku Ketua LP2M UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan menyampaikan bahwa perspektif gender itu merupakan perspektif kemanusiaan, hal ini sejalan dengan visi misi UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan yakni “Menjadi Universitas Islam Unggul dalam Pengembangan Ilmu untuk Kemanusiaan berlandaskan Budaya Bangsa”.
“Oleh karenya sudah seharusnya pendidikan dan pengajaran diselenggarakan dengan berpijak pada ketercapaian visi universitas tersebut dan kurikulum responsif gender menjadi core dalam pengembangan kurikulum UIN Gusdur,” tegas Prof. Imam.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan, Prof. Dr. Maghfur M.Ag. Prof. Maghfur menyampaikan, pendampingan kurikulum responsif gender menjadi salah satu “Jihad Mainstreaming” dan menjadi salah satu kewajiban UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan untuk mengimplementasikan Pengarusutamaan Gender sesuai dengan Visi Universitas dan juga amanat Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000.
“Implementasi Gender Mainstreaming tidak hanya berhenti di bahan pembelajarannya saja tetapi semua tenaga pendidik seperti dosen, pembelajaran, dan fasilitator harus memiliki perspektif gender,” tutur Prof. Maghfur.
Prof. Maghfur berharap kegiatan ini akan memberikan makna kepada semua ketua jurusan, sekretaris jurusan dan para dekan fakultas yang mana akan mengimplementasikan dalam kurikulum, maupun RPS. “Kegiatan ini dilaksanakan menjadi salah satu wujud untuk terselenggaranya kampus yang responsif gender.” pungkasnya.
Narasumber pada kegiatan ini adalah Dr. Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.S.I selaku Kepala Pusat Riset Gender pada Sekolah Stratejik Global Universitas Indonesia. Dalam pemaparannya, Iklilah menyampaikan bahwa kesetaraan (equality) saja tidak cukup, namun butuh keadilan (equaty). Ada 3 macam kesetaraan dan keadilan gender, yang pertama ada kesetaraan formal, kesetaraan proteksionis dan kesetaraan substantif.
Ia menambahkan, peran gender dalam pembuatan kurikulum adalah sebagai perspektif.
“Fleksibilitas peran gender adalah kunci kebahagiaan, maka dari itu kurikulum responsif gender perlu diterapkan,” ungkpanya.
Strategi membangun kurikulum responsive gender bisa melalui afirmasi atau dengan membuat mata kuliah tersendiri tentang gender, bisa pula insersi yakni dengan memasukkan perspektif gender pada mata kuliah prioritas. Strategi ketiga yakni integrasi dengan menintegrasikan perspektif gender dalam semua mata kuliah.
“Apapun strategi yang dipilih, artinya semua dosen perlu dibekali pengetahuan tentang perspektif gender sehingga mampu memproduksi RPS yang responsif gender.” tegasnya.
Kegiatan ini di akhiri dengan diskusi bersama Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan. Dalam diskusi ini muncul banyak pertanyaan, ide serta gagasan yang disampaikan hingga beberapa opini yang bergesekan antara konsep kesetaraan gender dengan budaya culture yang sudah berlangsung dimasyarakat. Ketua PSGA UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, Ningsih Fadhilah, M. Pd., berharap kegiatan ini akan ditindaklanjuti oleh masing-masing kajur dan sekjur dalam menyusun kurikulumnya bersama tim di Jurusannya masing-masing. Sehingga output kegiatan ini tercapai yakni Output utama dari terselenggaranya kegiatan ini yaitu terintegrasinya GenderMainstreaming dalam kurikulum di Kampus tercinta UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. (NF/@nSi/bd).