Cilacap – Penyuluh Agama Islam baik PNS maupun Non PNS merupakan corong utama Kemenag di masyarakat. Tugas kepenyuluhan memiliki peran yang sangat strategis untuk menyampaikan pesan-pesan yang baik. Secara keilmuan, para penyuluh Non PNS sudah tidak diragukan. Hanya perlu setingan yang tepat agar bahasa yang diterima masyarakat nyaring dan merdu serta menenangkan jiwa.
Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas, Kemenag Cilacap kerja bareng Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang, menggelar Diklat Di Wilayah Kerja (DDWK) bagi penyuluh agama Islam Non PNS selama lima hari, (5-9/11) di MAN 1 Cilacap.
Pelaksana tugas Kakankemenag Kab Cilacap, Imam Tobroni, menjelang penutupan menegaskan bahwa, agar bahasa kepenyuluhan menghasilkan suara yang merdu, dan mampu menenangkan jiwa diperlukan setingan yang tepat. Pihaknya tidak menyanksikan keilmuan yang dikuasai para penyuluhnya. Menurutnya, teknis atau metode maupun pendekatan dalam dunia kepenyuluhan merupakan hal yang sangat kompleks. Karenanya diperlukan pemahaman bersama melalui pelatihan.
“Akhir-akhir ini banyak sekali peristiwa gesekan yang terjadi antar sesama umat Islam. Salah satu faktor penyebab utamanya adalah teknik penyampaian atau pendekatan yang digunakan tidak sesuai. Sehingga meskipun niatnya baik, karena caranya tidak sesuai maka hasilnya justru bisa sebaliknya dari yang kita harapkan,”Ungkapnya.
Dia berharap, setelah didiklat, para peserta dapat menularkan kepada teman-teman lainnya yang seprofesi. Harapannya, meskipun baru 40 penyuluh yang mengikuti pelatihan, penyuluh lainnya yang berjumlah 162 bisa ditulari. Ilmu yang diperoleh agar langsung dipraktekkan sekaligus disosialisasikan kepada mereka yang belum mengikuti pelatihan.
Terkait posisi penyuluh yang sangat vital, pihaknya meminta para penyuluh bekerja secara optimal. Sebagai corong utama, penyuluh harus betul-betul teliti dalam menyampaikan informasi. Hal tersebut ditekankan untuk menjaga ketidak sesuaian informasi alias Hoax. Kekeliruan informasi bisa sangat membahayakan, baik untuk pribadi maupun lembaga.
Dengan bahasa agama yang arif menggunakan teknik dan pendekatan yang sesuai dengan kelompok maupun majelis taklim, diharapkan terwujudnya masyarakat saling memahami satu sama lain. Melalui pemahaman, masing-masing individu akan dapat mengendalikan diri yang pada hakikatnya adalah kekuatan umat. Endingnya, menjadi masyarakat yang madani merupakan keniscayaan yang dapat terwujud. (On)