Surakarta – “Apa yang kita paparkan kemarin, sebagai bentuk studi tiru, harus betul-betul kita laksanakan dengan baik. Ibarat bayi belum bisa berjalan, tapi sudah ada yang mau mencontoh cara jalannya seorang bayi. Jadi, mau tidak mau kita sudah dianggap sebagai bayi ajaib !”, demikian disampaikan Hidayat Maskur, Kepala Kantor Kemenag Kota Surakarta dalam acara “Evaluasi Revitalisasi KUA Kota Surakarta 2022”, di Aula Koperasi Kemenag pada Selasa (15/11) siang. Hidayat mengatakan bahwa studi tiru yang dilaksanakan oleh Bimas Islam, Ketua Pokjaluh dan 12 PAIF Kabupaten Madiun pada Kamis (10/11) kemarin akan menjadi beban tersendiri bagi kita. Karena apapun yang terjadi, sama-sama kita mau melangkah. Untuk itu, semua yang hadir mau bersama-sama belajar dari kekurangan kita.
“Nanti akan kita evaluasi hari ini dan seterusnya, karena evaluasi tidak hanya ketika ada program, akan tetapi evaluasi akan terus berkelanjutan dan terus menerus. Sehingga memungkinkan apa yang menjadi kekukrangan, apa yang berubah dan apa yang masih jadi kendala bagi kita semua akan kita evaluasi secara berkesinambungan”, imbuhnya. Hidayat mengajak kepada semua yang hadir untuk senantiasa menuju kepada revitalisasi KUA yang sesungguhnya bukan hanya sekedar slogan dan program. Akan tetapi, betul-betul siap menjadi pelayan masyarakat. Sehingga nanti, Zona Integritas , WBK/WBBM akan segera terwujud di Kementerian agama Kota Surakarta.
Menanggapi studi tiru, Kasi Bimas Islam Kemenag Kota Surakarta, Umi Chozanah Mujtahidah mengatakan bahwa dirinya merasa belum patut untuk diunggulkan, karena masih jauh dari kesempurnaan. “Tapi, kalau menurut beliaunya itu lebih (baik) dari Dia yo Alhamdulillah. Tapi, kalau Saya belum. Apa yang kita dapat ini belum bisa dibanggakan”, ujarnya lugas. Menurut Umi, Bimas Islam Madiun itu ingin belajar tentang program-program penyuluh yang ada di Kota Surakarta. Karena menurut Dia penyuluh di Surakarta banyak inovasi, terkait dengan revitalisasi.
Sementara itu, Muhamad Tafrikhan, Kasi Bimas Islam Kab. Madiun mengatakan bahwa studi tiru ini dilakukan dalam rangka belajar bagaimana menjadi perekat kehidupan masyarakat yang heterogen seperti di Surakarta ini. Karena suatu ketika Kota Madiun akan mengalami situasi yang sama ketika pusat kota sudah berpindah di Caruban. “Tentu akan semakin banyak paham, budaya, dan pendatang”, ujarnya. Meskipun aktivitas ormas di madiun frekwensinya masih lebih rendah dibanding dengan ormas di Kota Surakarta, akan tetapi dengan adanya studi tiru ini penyuluh Madiun juga terbangun nyalinya ketika harus menghadapi adanya class horizontal dimana penyuluh harus memediasi, menjadi perekat dan sebagainya.
Untuk itu, Tafrikhan berpesan kepada penyuluh Madiun agar dapat menduplikasi dan melaksanakan apa yang telah didapat demi kenyamanan masyarakat Madiun kedepannya. Usai silaturahmi di Kemenag, ke-14 orang Bimas Islam Madiun itu menuju ke KUA Banjarsari untuk melihat pelayanan keluarga sakinah dan sebagainya di KUA tersebut. Arba’in Basyar, selaku Kepala KUA Banjarsari merasa senang karena KUA-nya terpilih sebagai KUA studi tiru, di Kota Surakarta. (Sol/bd)