Salatiga (Humas) – Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah menggelar giat Peningkatan Kapasitas Aktor Kerukunan Forum Kerukunan Umat Beragama Angkatan XI, Selasa (06/08/2024) di Hotel D’Emmerick Budget Salatiga. Dikemas dalam diskusi panel, forum ini membahas beberapa topik terkait moderasi beragama bersama narasumber kredibel di bidangnya.
Ketua FKUB Prov. Jateng, Imam Yahya sebagai narasumber pertama menyampaikan pentingnya kerukunan umat untuk membangun kepercayaan masyarakat majemuk, mengurangi konflik keagamaan, dan mendorong kerja sama untuk meningkatkan solidaritas sosial. “Konflik keagamaan akan selalu ada di masyarakat apalagi di era digital seperti sekarang. Ada beberapa tantangan kerukunan yaitu perbedaan agama, stigma sosial, dan kurangnya dukungan. Hal tersebut membutuhkan peran dan tanggung jawab kita dalam meminimalisir konflik dengan melibatkan mediator, penggerak komunitas, dan memberikan edukasi kepada masyarakat. Tentunya komunikasi yang baik dan pendampingan dari FKUB sangat dibutuhkan masyarakat, seperti pelatihan berkala dan forum diskusi,” jelas Imam Yahya.
Selanjutnya, Kabbag TU Kanwil Kemenag Prov Jateng, Wahid Arbani menyampaikan bahwa kerukunan umat beragama akan menciptakan kemakmuran dan kebahagiaan bersama. “Kita patut bersyukur, tinggal di Kota Salatiga, salah satu Kota Toleran di Indonesia. Sikap toleransi di kota ini terbangun dari hasil kerjasama antar aktor intelektual dan kerukunan, ada peran FKUB di dalamnya,” tutur Wahid.
Di Salatiga terdapat 39 etnik dan 6 agama yang hidup berdampingan dengan rukun, damai, dan harmonis. “Ibaratnya, Kota Salatiga itu seperti mutiara kecil yang bersinar dari kejauhan, banyak yang ingin tinggal di Salatiga, dan banyak yang mengagumi. Dapat saya katakan, salah satu hal terciptanya kerukunan adalah mendialogkan perbedaan dalam rangka untuk memastikan, sikap toleransi berjalan dengan baik,” imbuh Wahid.
Anggota DPR RI Kanwil VIII Luqman Hakim pun mengamati kondisi kerukunan keagamaan di Kota Salatiga. Menurutnya ada 3 hal yang mempengaruhi kerukunan umat beragama yaitu formalitas beragama, kelambatan ekonomi dunia, dan politik. “Sentimen publik terhadap perbedaan agama dan etnis tidak dipungkiri masih ada di tengah-tengah masyarakat, dan itu nyata adanya. Tapi itu semua dapat kita minimalisir dengan adanya penanganan konflik yang tepat, serta memberikan pemahaman yang masif kepada masyarakat tentang moderasi beragama dan kerukunan umat beragama,” jelas Lukman Hakim.
Diskusi panel ditutup dengan sesi tanya jawab nan gayeng. Kegiatan diikuti 90 peserta dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat dari berbagai kalangan dan pengurus FKUB. (PS/BEL)