PURWOKERTO -Tokoh lintas agama di Banyumas berkomitmen menjaga kondusifitas pelaksanaan Pilkada serentak. Mereka menolak penggunaan tempat ibadah untuk kegiatan politik dan menolak segala bentuk kekerasan terhadap tokoh agama.
Komitmen itu dideklarasikan oleh para tokoh lintas agama, tokoh masyarakat, ormas, instansi pemerintah, penyuluh agama, generasi muda, dan mahasiswa lintas agama pada acara Dialog Tokoh Lintas Agama di Garden Resto, Purwokerto, kemarin. Dalam deklarasi itu, mereka juga menolak keras seluruh gerakan yang berupaya memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Mereka menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945 serta siap membantu Polri melawan hoaks dan ujaran kebencian. Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Banyumas, Imam Hidayat, mengatakan para pendiri bangsa telah sepakat mengakui agama yang menghargai keberagaman. Pemerintah memiliki kewajiban memastikan umat beragama dapat menjalankan kewajiban dengan aman dan nyaman.
”Salah satu tupoksi kami adalah memfasilitas umat beragama agar bisa menjalankan keyakinannya dengan aman dan nyaman. Masyarakat harus dididik, diatur, dibimbing, dan diarahkan untuk beragama yang baik dan menghormati umat beragama lain yang berbeda keyakinan,” kata dia.
Toleransi
Ketua Forum Kerukunan Umat Bergama (FKUB), Mohamad Roqib, mengatakan kegiatan itu dapat menjadi wadah para tokoh lintas agama untuk dapat saling mengakrabkan diri sehingga dapat tercipta toleransi.
”Untuk menjaga kemajemukan bangsa khususnya di tahun politik kita membutuhkan moderasi agama, yaitu sikap beragama yang sedang atau tengah-tengah, tidak berlebihan. Tidak mengklaim diri atau kelompoknya yang paling benar, tidak menggunakan legitimasi teologis yang ekstrem, tidak menggunakan paksaan apalagi kekerasan, dan netral tidak berafiliasi dengan kepentingan politik atau kekuatan tertentu,” tuturnya.
Sementara itu, Wakapolres Banyumas, Kompol Malpa Malacoppo, memaparkan aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama di sebabakan karena adanya kesalahan dalam mengimplementasikan perintah agama, sehingga golongan yang berbeda keyakinan dianggap sebagai lawan.
”Kedua, masih kuatnya sikap saling curiga mencurigai antara umat beragama atau kelompok tertentu. Ketiga, munculnya kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kelompok tertentu, keempat, tidak mengakarnya rasa toleransi dikalangan masyarakat,” kata dia.(sm/bd)