Semarang (Humas) – Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat diplomasi kerukunan melalui pelaksanaan rangkaian Indonesia Interfaith Scholarship (IIS) 2025 di Semarang. Program yang digagas Kementerian Agama RI dan Kementerian Luar Negeri RI dengan dukungan Pemerintah Austria ini mengusung tema Harmonizing Culture and Religion in Indonesia, dan digelar pada 12–20 November 2025 melintasi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Bali.
Sebagai salah satu bagian penting dari rangkaian program di Jawa Tengah, Delegasi Austria melakukan kunjungan resmi ke UIN Walisongo Semarang pada Sabtu (15/11/2025). Dalam kunjungan tersebut, para peserta mengikuti pertunjukan budaya, dialog akademik, serta pameran internasional “Harmony and Global Peace” yang diselenggarakan bekerja sama dengan Kanwil Kemenag Jateng dan UIN Walisongo.
Kegiatan dipusatkan di Halaman Galeri Nusantara Kampus 2 UIN Walisongo dan dihadiri oleh jajaran pimpinan kampus, perwakilan Kemenlu RI, serta unsur Kanwil Kemenag Jateng. Acara dibuka dengan pertunjukan Musik Metafisis dan Tari Warak Ngendog, menampilkan identitas Semarang sebagai kota multikultural.
Kabid Bina Lembaga PKUB Kemenag RI, Hery Susanto, dalam sambutannya menjelaskan bahwa IIS merupakan implementasi nyata dari Asta Protas Menteri Agama terkait internasionalisasi kerukunan.
“Kami ingin peserta tidak sekadar memahami konsep, tetapi melihat langsung praktik hidup rukun yang menjadi kekuatan masyarakat Indonesia,” terangnya.
Ketua Tim Kerukunan Umat Beragama (KUB) Kanwil Kemenag Jawa Tengah, Zaima, menyampaikan bahwa kegiatan IIS di Jawa Tengah merupakan ruang strategis untuk menunjukkan bahwa kerukunan di Indonesia tumbuh dari pengalaman sosial yang nyata dan melibatkan banyak pihak, termasuk perguruan tinggi, tokoh agama, dan masyarakat.
“Kanwil Kemenag Jawa Tengah berkomitmen menjadi rumah bersama bagi penguatan kerukunan. Melalui IIS 2025, kami ingin menunjukkan bahwa harmoni di Indonesia bukan narasi teoritis, tetapi kehidupan sehari-hari yang terus dijaga bersama. Kehadiran Delegasi Austria di Semarang membuktikan bahwa dunia ingin belajar dari model kerukunan Indonesia. Kami berharap kegiatan ini memperluas jaringan kolaborasi internasional dan memperkuat upaya kita dalam merawat toleransi, moderasi beragama, dan dialog lintas budaya.”
Delegasi Austria yang hadir berasal dari berbagai lembaga strategis, antara lain:
- Austrian Federal Ministry for European and International Affairs
- Federal Chancellery Office of Religious Affairs
- Islamic Religious Society in Austria (IGGÖ)
- Austrian Buddhist Society
- Commission for World Religions of the Austrian Bishops’ Conference
- European Union Agency for Fundamental Rights
- University College of Teacher Education of Christian Churches in Austria
- NGO Christians in Need
- Media Die Furche
- Austrian Press Agency (APA)
Salah satu peserta, Alexander Rieger, mengungkapkan kekagumannya terhadap suasana kerukunan dan keterbukaan masyarakat akademik di Jawa Tengah. “Kami sangat terkesan dengan kehangatan dan kedalaman pemikiran yang kami temukan di sini. Harmoni seperti ini adalah pelajaran penting bagi dunia,” ujarnya.
Selain dialog akademik mengenai moderasi beragama dan pendidikan multikultural, para delegasi juga mengunjungi pameran “Harmony and Global Peace” serta mengikuti kegiatan live painting yang menampilkan ekspresi seni lintas budaya.
Usai rangkaian acara di UIN Walisongo, para peserta melanjutkan kunjungan ke Klenteng Sam Poo Kong, ikon akulturasi Tionghoa–Jawa–Islam yang menjadi simbol keragaman dan persatuan di Semarang.
Sejak pertama digelar pada 2012, IIS telah menghasilkan 71 alumni dari berbagai negara di Eropa yang kini menjadi sahabat dan duta kerukunan Indonesia. Tahun 2025 ini, para peserta kembali menyampaikan apresiasi mendalam terhadap sistem nilai Indonesia, mulai dari Pancasila hingga budaya gotong royong, yang mereka anggap sangat relevan menghadapi tantangan keberagaman global.
Partisipasi Kanwil Kemenag Jawa Tengah dalam IIS 2025 memperkuat posisi Jawa Tengah sebagai laboratorium sosial kerukunan yang hidup, sekaligus menegaskan peran Kemenag dalam membangun diplomasi budaya yang damai, inklusif, dan berkelanjutan.









