081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

GURU DAN DRAMA PENDIDIKAN

Picture of Team Humas Jateng

Team Humas Jateng

(Dari Kelas ke Layar, Refleksi Hari Guru di Tengah Fenomena Drakor Viral)

Oleh:
Dr. H. Susilo Surahman, S.Ag., M.Pd., MCE.

Di media sosial belakangan ini, drama Korea seperti Dynamite Kiss dan Dear X menjadi bahan obrolan hangat. Adegan penuh konflik, cinta, dan perjuangan seakan menyedot perhatian publik, membuat banyak orang larut dalam cerita yang penuh kejutan. Namun, jika kita mau jujur, drama paling penting sesungguhnya tidak terjadi di layar kaca, melainkan di ruang kelas. Di sana, guru setiap hari memainkan peran sebagai aktor utama dalam panggung kehidupan, dengan naskah yang jauh lebih menentukan: masa depan anak bangsa.

Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November, bertepatan dengan berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 1945, adalah momentum untuk mengingat kembali betapa besar peran guru dalam perjalanan bangsa. Data Kementerian Pendidikan mencatat ada lebih dari 3,3 juta guru di Indonesia, tersebar dari pelosok desa hingga kota besar. Mereka adalah tulang punggung pendidikan, namun sering kali menghadapi tantangan berat: kesejahteraan yang belum merata, beban administrasi yang menumpuk, dan tuntutan adaptasi terhadap era digital.

Isu BSU (Bantuan Subsidi Upah) yang viral di bulan November 2025 menjadi cermin nyata. Banyak guru bertanya-tanya, apakah perhatian negara benar-benar berpihak pada mereka, atau sekadar bantuan sesaat yang tidak menyentuh akar persoalan? Di sisi lain, guru dituntut untuk berinovasi, menghadapi generasi yang lebih akrab dengan gawai daripada buku, dan tetap menjaga kualitas pembelajaran di tengah keterbatasan.

Guru, sejatinya, adalah sutradara kehidupan. Seperti dalam drama Korea yang penuh plot twist, guru harus kreatif mengatur alur pembelajaran agar tetap menarik. Bedanya, drama hiburan hanya berakhir di episode terakhir, sementara drama guru berlanjut setiap hari, dengan dampak yang nyata bagi masa depan bangsa. Ki Hajar Dewantara pernah menegaskan: “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Guru bukan sekadar pengajar, tetapi teladan, penggerak, dan pemberi dorongan. Dalam perspektif Tasawuf, guru bahkan berperan sebagai mursyid, membimbing bukan hanya akal, tetapi juga hati.

Momentum Hari Guru seharusnya menjadi ajakan refleksi bersama. Bagi pemerintah, kebijakan harus lebih berpihak pada kesejahteraan guru, bukan sekadar subsidi yang cepat hilang. Bagi masyarakat, mari kita kembalikan rasa hormat kepada guru, bukan hanya di Hari Guru, tetapi setiap hari. Bagi guru sendiri, teruslah berinovasi, menjadikan kelas sebagai panggung inspirasi, bukan sekadar rutinitas.

Seperti drama yang viral di media sosial, kisah guru juga layak menjadi trending. Bedanya, kisah guru bukan tentang sensasi, melainkan tentang dedikasi. Guru adalah aktor utama dalam panggung kehidupan, dan naskah mereka adalah masa depan bangsa. Selamat Hari Guru.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content