081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

HARI IBU DI TENGAH BENCANA

Picture of Team Humas Jateng

Team Humas Jateng

(Ketangguhan Kasih dan Nilai Agama yang Menghidupkan Harapan)

Oleh:
Dr. H. Susilo Surahman, S.Ag., M.Pd., MCE.

Tanggal 22 Desember 2025 kembali diperingati sebagai Hari Ibu. Namun, peringatan kali ini hadir di tengah suasana keprihatinan nasional. Dalam beberapa pekan terakhir, publik disuguhi berita viral tentang bencana alam—banjir, longsor, dan cuaca ekstrem—yang melanda berbagai wilayah Indonesia. Media sosial dipenuhi potret pengungsian, rumah hanyut, serta kisah pilu keluarga yang kehilangan tempat tinggal. Di antara wajah-wajah cemas itu, sosok ibu kerap tampil sebagai figur paling tabah: memeluk anak, menguatkan keluarga, dan tetap tersenyum di tengah keterbatasan.

Di sinilah Hari Ibu menemukan makna aktualnya. Ia bukan sekadar seremoni tahunan dengan bunga dan ucapan, melainkan momen reflektif tentang ketangguhan perempuan—khususnya ibu—dalam menghadapi krisis kemanusiaan. Sudut pandang inilah yang perlu ditegaskan: ibu bukan hanya simbol kasih, tetapi pilar ketahanan keluarga dan masyarakat, terutama saat bencana melanda.

Dalam perspektif agama, peran ibu menempati posisi yang sangat mulia. Ajaran agama menempatkan ibu sebagai sosok yang sarat pengorbanan, kesabaran, dan kasih tanpa syarat. Dalam kondisi normal, peran itu mungkin sering luput dari perhatian. Namun, dalam situasi darurat seperti bencana, nilai-nilai keagamaan tersebut menjelma nyata: ibu menjadi sumber ketenangan, penanam harapan, sekaligus pendidik moral bagi anak-anaknya. Ketabahan ibu dalam menghadapi musibah adalah manifestasi iman—keyakinan bahwa setiap ujian mengandung hikmah dan harapan.

Dari sudut pandang akademik, khususnya dalam kajian ketahanan keluarga dan sosiologi bencana, ibu memegang peran strategis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketahanan psikososial anak di wilayah terdampak bencana sangat dipengaruhi oleh stabilitas emosi pengasuh utamanya, yang dalam banyak kasus adalah ibu. Ibu berperan sebagai “emotional buffer” yang melindungi anak dari trauma berkepanjangan. Dalam bahasa sederhana, ketika ibu kuat, keluarga memiliki peluang lebih besar untuk bangkit.

Fenomena ini dapat kita lihat secara konkret di berbagai lokasi pengungsian. Banyak laporan media memperlihatkan ibu-ibu yang tetap memastikan anak-anaknya makan tepat waktu, bersekolah darurat, bahkan belajar mengaji di tenda pengungsian. Di tengah keterbatasan, mereka tidak hanya berjuang secara fisik, tetapi juga menjaga nilai dan martabat keluarga. Inilah bentuk pengabdian yang sering luput dari sorotan headline, tetapi justru menjadi fondasi pemulihan sosial.

Sayangnya, perhatian publik sering kali berhenti pada fase darurat. Setelah berita bencana mereda, kisah perjuangan ibu di wilayah terdampak perlahan menghilang dari linimasa. Padahal, dari sudut pandang moral dan keagamaan, dukungan terhadap ibu—baik secara kebijakan maupun empati sosial—merupakan tanggung jawab bersama. Hari Ibu seharusnya menjadi momentum untuk menegaskan kembali komitmen ini, bukan sekadar ucapan simbolik.

Sebagai bangsa yang religius, kita perlu memaknai Hari Ibu sebagai panggilan nurani. Nilai agama mengajarkan bahwa memuliakan ibu bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata: memastikan akses kesehatan, pendidikan anak, perlindungan sosial, dan kebijakan yang berpihak pada keluarga rentan, terutama di daerah rawan bencana. Tanpa itu, perayaan Hari Ibu berisiko menjadi rutinitas kosong yang kehilangan ruh kemanusiaannya.

Pada akhirnya, Hari Ibu di tengah bencana mengingatkan kita bahwa ketangguhan bangsa ini tidak hanya dibangun oleh infrastruktur dan teknologi, tetapi oleh kasih dan doa seorang ibu. Dari tangan merekalah nilai kehidupan ditanamkan, bahkan di atas puing-puing harapan. Barangkali inilah makna terdalam Hari Ibu: menggugah kesadaran kita bahwa merawat ibu berarti merawat masa depan, dan memuliakan mereka adalah wujud nyata dari iman dan kemanusiaan kita bersama. Selamat Hari Ibu.

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content