Tantangan Penyuluh Agama Islam di Era Millenial II

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Cilacap – Derasnya arus informasi akibat makin canggihnya teknologi telah merubah karakter hidup masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh lambatnya penyesuaian masyarakat itu sendiri terhadap efek teknologi. Pola maupun gaya hidup masyarakat di era millenial II memerlukan teknik maupun pendekatan kepenyuluhan yang lebih efektif. Karenanya, penyuluh agama Islam diminta untuk terus meningkatkan kualitas kerjanya.

Hal tersebut dikemukakan Kakankemenag Kabupaten Cilacap melalui Kasi Bimas Islam, Aziz Muslim, Kamis (12/7) pada acara Pembinaan dan silaturahim penyuluh agama Islam di Gedung BKM Cilacap.

Menurutnya, terdapat tiga aspek yang melatarbelakanginya. Pertama, di era millenial umat Islam dihadapkan dengan pemikiran liberal/sekuler. Kedua, tantangan bagi da’i untuk mendakwahkan Islam wasathiyah / moderat dan ketiga, Indonesia menjadi pasar berbagai macam ideologi yang datang dari luar. Di era millenial diperlukan figur da’i progresif yang tidak hanya memiliki kualifikasi qolbu, tetapi juga Ilmu, Sosial, Ekonomi dan Fisik.

Berdasarkan pejelasannya, seorang da’i tidak cukup hanya memiliki kualitas qolbu atau kebaikan hati saja. Keilmuan yang memadai merupakan alat utama yang wajib dikuasai da’i. Tanpa keilmuan maka seseorang tidak akan dapat menjadi da’i yang baik. Untuk dapat berinteraksi dengan baik, maka da’i harus mampu bersosialisasi dengan baik pula. Mengingat tugas da’i adalah di lapangan, faktor fisik merupakan modal penting untuk melakukan mobilisasi. Sedangkan faktor ekonomi merupakan pelengkap dari keempat komponen tersebut.

“Terdapat tiga tantangan utama dakwah di era millenial, yakni perubahan perilaku pada masyarakat, transmisi ajaran Islam dari da’i ke mad’u (objek dakwah) dan pada saat yang sama masyarakat yang menjadi objek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak lain yang belum tentu membawa pesan baik,”katanya.

Ditegaskan pula bahwa, perubahan perilaku akibat pengaruh teknologi dan globalisasi harus disikapi secara arif dan bijaksana. Tantangan tersebut merupakan faktor utama yang harus dinetralisir melalui kearifan ilmu dan sikap. Setelah perubahan perilaku membaik, maka baru kemudian dapat terjadi transfer ajaran agama. Pengertian yang telah tertanam akan mendapat pengaruh dari interaksi dengan orang lain. Jika mad’u sudah tidak terpengaruh oleh masyarakat lain yang berbeda, maka tanda-tanda keberhasilan dakwah mulai nampak.

Sementara itu, disebutkan pula beberapa komunitas di Kabupaten Cilacap yang selama ini masih belum tergarap. Yakni, para penjaja seks komersial (psk), waria, LGBT, anak jalanan atau punk dan penyandang HIV/Aids(On/bd)