081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

Search
Close this search box.

Afirmasi UMK, Kemenag: Pengawasan Sertifikasi Halal Self Declare Diperketat

Staf Khusus Menag Bidang Media, Komunikasi Publik, dan Teknologi Informasi Wibowo Prasetyo KOTA PEKALONGAN (Humas) — Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media, Komunikasi Publik, dan Teknologi Informasi Wibowo Prasetyo menegaskan bahwa sertifikasi halal melalui skema Self Declare adalah bentuk afirmasi negara terhadap pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Kemenag akan terus memperkuat pengawasan agar pelaksanaannya semakin optimal sekaligus meminimalisasi potensi kekeliruan. Metode sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha atau self declare sudah diberlakukan sejak 2021. Pelaksanaan self declare merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku UMK. Metode ini dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) untuk meningkatkan jumlah produk usaha mikro kecil (UMK) yang bersertifikat halal. Berdasarkan data BPJPH, hingga 2 September 2023, terdapat 1.021.457 produk UMK yang bersertifikat halal pada tahun ini. Ini tercantum dalam 633.917 sertifikat halal self declare. “Sertifikasi Halal dengan metode self declare ini, merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap UMK. Sertifikasi halal self declare ini, adalah langkah strategis agar UMK kita dapat bersaing dalam perdagangan global,” ungkap Wibowo di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Keberpihakan pemerintah kepada UMK juga didasarkan pada fakta bahwa kelompok ini merupakan penggerak perekonomian Indonesia. Sertifikasi halal self declare ini diperuntukkan bagi produk yang menggunakan bahan berisiko rendah dan menggunakan cara pengolahan sederhana. “Produk UMK kita, mayoritas menggunakan bahan berisiko rendah. Bahannya diambil dari alam, misalnya singkong, pisang, ubi, dan sebagainya yang sudah bisa dipastikan kehalalannya. Cara pengolahannya pun sederhana, misalnya keripik singkong. Jika harus mengikuti sertifikasi halal dengan mekanisme reguler, harus uji lab, dan seterusnya, biayanya besar. Di sinilah perlu keberpihakan agar UMK juga bisa terjun ke dunia perdagangan,” paparnya. “Tentu keberpihakan ini juga kita lakukan dengan memperketat pengawasan proses sertifikasi halal self declare. Penguatan dan peningkatan kualitas Pendamping Proses Produk Halal (PPPH) juga terus dilakukan,” kata Wibowo. Wibowo juga mengajak masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan. Menurutnya, sertifikasi halal menyangkut kepentingan hidup orang banyak. Sehingga, semakin banyak yang memberikan pengawasan, akan semakin baik juga. Pengawasan itu bisa dalam bentuk pengaduan dan pelaporan ke BPJPH bila menemukan penyimpangan atau kejanggalan pada produk bersertifikat halal. “Kami sangat berterima atas peran serta masyarakat dalam pengawasan karena ini juga sesuai dengan amanah UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal,” sebutnya. “Kami apresiasi, publik makin aware dan turut serta dalam pengawasan produk halal. Bila ditemukan ada kekurangan, maka itu adalah waktu yang tepat untuk kita bersama-sama memperbaikinya, bukan serta merta memberhentikan self declare. Seperti kata pepatah, jika ada tikus di lumbung padi, untuk menangkapnya jangan dengan cara membakar lumbungnya,” tandasnya.(indah/mk/fzn)
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content