Evaluasi Haji 1444H/ 2023M, Menag : Kaji Ulang Istitha’ah Kesehatan dan Masa Tinggal Jemaah

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Bandung (Humas) – Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M di Bandung, Rabu (6/9).

Mengangkat tema “Penguatan Istitha’ah menuju Kemandirian dan Ketahanan Jemaah Haji Indonesia”, secara tegas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta agar skema penetapan istitha’ah kesehatan jemaah haji dimatangkan.

“Yang paling menjadi persoalan adalah istitha’ah kesehatan jamaah. Saya usul, istitha’ah kesehatan dilaksanakan mendahului pelunasan,” pesan Menag.

Pada pelaksanaan Haji 2023, jemaah melakukan pelunasan terlebih dahulu, baru pemeriksaan kesehatan. Gus Men, panggilan akrabnya, meminta persoalan skema penetapan istitha’ah kesehatan ini sangat perlu untuk dikaji dan harus dikomunikasikan dengan baik kepada jemaah.

Selain hal tersebut, Gus Men juga menyebut pentingnya meninjau ulang masa tinggal jemaah agar bisa lebih pendek, dengan harapan dapat menekan biaya perjalanan haji. Maka Ditjen PHU perlu meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan Komisi VIII DPR RI.

“Jika bisa diperpendek, jemaah akan merasa senang. Tolong dicari bagaimana cara memperpendek. Paling tidak 35 hari,” ungkapnya.

Begitu juga dengan masa tinggal petugas, Gus Men minta pola penugasan untuk diatur ulang. Seperti yang kita ketahui bersama, selama ini petugas dalam satu Daerah Kerja (Daker) berangkat bersama-sama sejak awal dan pulang juga bersama-sama pada akhir operasional. Hal ini mengakibatkan setelah puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, banyak petugas yang kelelahan dan mengalami kejenuhan.

“Bisa dibahas skema pemberangkatan petugas dalam dua gelombang. Gelombang pertama pulang seminggu setelah Armuzna pulang. Gelombang kedua berangkat seminggu sebelum Armuzna. Sehingga, saat Armuzna petugas kumpul dalam energi yang masih penuh,” lanjutnya. (ps/rk)