Untuk Merawat Keragaman, Kamarudin Amin Ajak Menghargai Orang Lain, Respect Diversity

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Kegiatan Seminar Penguatan Moderasi Beragama dan Wawasan Kebangsaan Bagi Tokoh Agama di Jawa Tengah yang dilaksanakan di Hotel Patra Jasa Semarang ini diikuti oleh 135 orang yang terdiri dari 10 Kepala Bidang dan Pembimas pada Kanwil Kemenag Jateng, 35 Kepala Kantor Kementerian Agama Kab/Kota se Jawa Tengah, PCNU sebanyak 73 orang, PWNU 5 orang, PBNU 5 orang dan 8 orang peserta dari Kanwil Kemenag Jateng, Kamis, 28/4.

Dihadiri Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf dan Sekjen PBNU, Gus Saifullah Yusuf (Gus Ipul) bersamaa jajaran, Rais Syuriah PWNU Jateng, KH Ubaidillah Shodaqoh dan Rais Syuriah Kab/Kota se-Jateng, Ketua PWNU Jateng, KH. M. Muzamil dan Ketua PCNU se-Jateng, Kepala Bidang dan Pembimas, juga Kepala Kantor Kemenag se-Jateng. Sedangkan yang hadir secara online, Dirjen Bimas Islam Kementag RI, Prof. Kamarudin Amin.

Narasumber pertama adalah Dirjen Bimas Islam Kementag RI, Prof. Kamarudin Amin, yang dalam paparannya menyampaikan dalam (agama) islam, setidaknya ada three domain of investigation yang harus dibedakan. “Pertama sumber otoritas agama, yaitu Alquran dan Sunnah (Hadits). Kedua, bagaimanna Alquran dan Sunnah dipahami, ditafsir dan dijelaskaan oleh pata ulama. Sedangkan yang Ketiga adalah bagaimana Islam diimplementasikan dalam tataran sejarah keragaman Islam, mulai dari masa nabi secara empiris sampai hari ini,” ujar Kamarudin Amin.

Menurutnya jika kita gagal memaahami tiga hal ini, maka tidak akan bisa memahami Islam secara kompehensif. Alquran di seluruh dunia sama saja, baik sunni maupun syiah. Tetapi ketika bicara sunnah dan hadits, ada perbedaan kitab yang menjadi otoritas diantara keduanya, sehingga sumber otoritas mereka berbeda. Disini perbedaannya cukup fundamental.

Kedua, hasil refleksi pendapat ulama tentang sumber otoritas ini. Dan Ketiga adalah bagimana Islam secara empiris diimplementasikan dalam sejarah, sehingga ada artikulasi Islam yang berbeda di setiap tempat. Ada Islam Eropa, Islam Afrika, dan Islam Indonesia atau Islam nusantara

“Modrasi beragama adalah salah satu tantangan terbesar di Indonesia, kuncinya adalah meningkatkann kapasitas SDM dan mengelola resources. Karena Indonesia adalah the most diversity country in the world, negara paling plural, majemuk, beragam di dunia,” jelasnya.

Bagaimana cara kelola keragaman ini, tentu bisa dengan banyak instrumen untuk memanage diversity ini. Nah moderasi beragama adalah salah satu yang digunakan untuk memanage diversity di Indonesia.

Pertama, agama bisa berperan menjadi salah satu instrumen. Kedua, kontribusi merawat Indonesia. Menjaga konstitusi adalah kewajiban semua warga negara. “Karena kita tidak akan bisa menjalankan agama dengan baik jika negara kita tidak stabil secara sosial politik,” terangnya.

Faktanya diversity akan menjadi disharmoni, jika kita tidak menjaga dan merawat negara ditengah munculnya banyak pikiran aliran dan ideologi untuk mendegradasi atau bahkan ingin merongrong ke Indonesiaan kita.

Saat ini kita sedang berjuang bagaimana merawat diversity, salah satunya bagaimanna kita befikir bersikap dan bertingkahlaku sebagai umat beragama. Mengharagai orang lain dan berlaku adil, bahkan dengan beberapa suku bangsa, bahasa, dan agama.

“Sang kholik tidak melarang kita bebuat baik, selamaa mereka tidak memerangi kita. Maka kita harus berbuat baik, berbuat adil pula kepada mereka,” lanjutnya.

“Menurut saya, salah satu instrumen kita untuk merawat keragaman ini adalah  kita harus menghargai orang lain, respect terhadap diversity. Sebagai warga negara dan umat beragama, kita harus memahami dan menghargai orang lain,” urai Kamarudin Amin.

“Kemenag punya amanah dan peran yang mulia untuk bisa memanage keragaman ini. Salah satunya dengan instrumen moderasi beragama yang bisa kita aktualisasikan,” harapnya mengakhiri paparannya.(Sua/Bd)