KAB.PEKALONGAN,- Wakil Ketua MPR yang juga Anggota Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengapresiasi keberanian Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam membuka mata rakyat Indonesia bahwa ada persoalan serius dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Menurut Yandri, langkah Menag menjadi momentum untuk melakukan perbaikan layanan jemaah haji di masa yang akan datang.
Pernyataan Yandri terkait dengan skema usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M. Dalam Raker bersama Komisi VIII pada 19 Januari 2023, Kementerian Agama mengusulkan rerata BPIH 2023, sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30%). Usulan ini berangkat dari pentingnya memperhatikan aspek keadilan dan kesinambungan pengelolaan dana haji dalam kebijakan pemanfaatan hasil pengembangan dana haji atau nilai manfaat.
“Saya mengapresiasi keberanian Menag untuk tidak popular. Menag membuka mata Indonesia bahwa ada persoalan serius dalam penyelenggaraan haji ktia. Menag sudah membuka ini semua. Ini luar biasa. Berani tidak populer itu hebat,” tegasnya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
“Ini menjadi tonggak kita untuk terus memberikan perbaikan pelayanan jemaah ke depan,” sambungnya.
Menurut Yandri, keseimbangan, keadilan dan keberlangsungan nilai manfaat merupakan persoalan serius dalam penyelenggaran ibadah haji di Indonesia. Hal itu, kata Yandri, menjadi tanggung jawab bersama di masa depan agar keuangan haji menjadi lebih sehat.
Sebelumnya, Menag mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan optimalisasi pengelolaan dana haji pada tahun-tahun mendatang. Langkah progresif BPKH sangat diperlukan untuk memastikan dana nilai manfaat yang juga menjadi hak lebih lima juta jemaah haji yang masih mengantri bisa terus berkesinambungan dan bisa digunakan oleh mereka pada saat keberangkatannya.
“Kesinambungan nilai manfaat perlu menjadi perhatian kita bersama. Penyelenggaraan haji akan terus berlangsung di masa-masa mendatang. Ada antrean lebih lima juta jemaah yang juga berhak atas nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal mereka,” pesannya.
Saat ini, kata Menag, kemampuan BPKH mengalokasikan nilai manfaat maksimal hanya Rp7,1 triliun. Beruntung BPKH punya saldo Rp15 triliun hasil pengelolaan tahun 2020 dan 2021 saat tidak ada penyelenggaraan ibadah haji. Tahun 2022, saldo itu sudah digunakan untuk menutup pembayaran kenaikan biaya Masyair dan kekurangan lainya hingga hampir Rp2 triliun. Tahun ini, saldo yang ada juga akan terambil hampir Rp2 triliun.
“Hal ini perlu menjadi perhatian bersama. BPKH harus lebih produktif. Jika skema defisit Rp2 triliun per tahun ini terus berjalan, saldo BPKH bisa habis dalam lima tahun ke depan. Inilah pentingnya mulai memperhatikan keberadilan dan keberlanjutan nilai manfaat. Sebab, anggaran nilai manfaat juga hak jutaan jemaah yang masih antre,” tandasnya. (Moh. Khoeron/MTb/bd)