Dibuka Kakanwil Kemenag Prov. Jateng, Halal Bihalal dan Halaqah Ulama Ditutup Oleh Gubernur Jawa Tengah

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print

Semarang – Kegiatan Halal Bihalal dan Halaqah Ulama yang mengambil tema Moderasi Beragama Sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa, di Metro Park View, Selasa, 31 Mei 2022, ditutup oleh Gubernur Jawa Tengah H. Ganjar Pranowo, sekaligus dilakukan halal bihalal dengan para peserta. Kegiatan sebelumnya dibuka oleh Kepala Kanwil Agama Jawa Tengah, Musta’in Ahmad, SH MH.

Kegiatan yang diikuti oleh 100 peserta. Dihadiri Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, H. Musta’in Ahmad, Gubernur Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo, Ketua Umum MUI Jateng, KH. Ahmad Darodji, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Jawa Tengah, H. Ali Mufiz dan Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Walisongo Semarang, Prof. Dr. Musahadi.

Upaya moderasi beragama hendaklah dilaksanakan secara simultan tidak hanya oleh Kementerian Agama, melainkan juga dengan melibatkan Kementerian lainnya.

Dalam sambutannya, Ganjar mengatakan, kondisi Pandemi di Jawa Tengah cenderung menurun. Menurutnya, Jateng sudah dalam kapasitas endemi, namun belum disertai dengan ketegasan atau pernyataan dari pemerintah.

Ganjar mengatakan, data covid 19 menunjukkan tren yang baik. Imbas dari penerapan protokol kesehatan membuat kesadaran masyarakat akan kesehatan meningkat. Ketika mengalami gejala, maka orang langsung mengenakan masker dan sering mencuci tangan.

“Berkat bantuan bapak-ibu semua penanganan covid ini berjalan lancar. Ini bisa karena ulama terlibat. Kita minta orang ibadah di rumah, maka ketika ada statement dari ulama itu bisa,” katanya.

Selanjutnya, Ganjar memaparkan kerjanya bersama ulama dalam pengentasan kemiskinan dan usaha produktif bersama Baznas Jateng. Menurutnya, dana produktif yang dikembangkan Baznas sangat membantu menggerakkan perekonomian dan membantu kinerja pemerintah.

“Yang zakat sudah kita gerakkan. Nanti, kita akan gerakkan wakaf. Selama ini wakaf belum ditujukan untuk gerakkan kegiatan produktif. Itu kalau bisa digerakkan, bisa menggerakkan ekonomi secara luas,” tandasnya.

Ketika bicara hak asasi agama, maka hak hidupnya bukan hanya ranah privat, tapi di ranah publik. Jika masalah prinsip disepekati, maka turunanya adalah pemeluk agama boleh menyatakan keyakinannya; bolehkan melakukan pengamalan, bolehkah melakukan pengajaran, atau bolehkan mengembangkan dakwah misalnya membangun rumah sakit dan mempertahankan diri.

“Kalau bicara agama, semestinya pengembangan agama tidak ada batasnya. Penganut agama juga berhak mempertahankan diri atas berbagai alasan apapun,” katanya.(Sua/Rf)