Makkah — Ibadah haji dilaksanakan melalui beberapa rangkaian kegiatan. Dimulai dari tanggal 8 Zulhijah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. 6 hari tersebut disebut juga sebagai puncak ibadah haji atau lazim disebut dengan Armuzna (Arofah, Mudzalifah dan Mina). Ada beberapa perbedaan rangkaian ibadah haji sesuai dengan keyakinan jemaah. Tetapi perbedaan tersebut tidak pada rukun dan wajib haji hanya pada kesunahan haji.
Ada jamaah haji yang memulai rangkaian ibadah haji dengan melaksanakan tarwiyah. Tarwiyah adalah proses menginap di mina sebelum pelaksanaan wukuf di Arafah. Kegiatan tarwiyah ada yang dilaksanakan dengan menggunakan bus dari pemondokan menuju ke Mina kemudian dari Mina ke Arafah. Tetapi ada pula yang meyakini proses tarwiyah harus dilaksanakan dengan berjalan kaki mulai dari pembentukan menuju Mina selanjutnya ke Arafah.
Ketua Kloter SOC , Ahmad Fahimi mengatakan, sejak dahulu pemerintahan Indonesia tidak menganjurkan adanya praktek tarwiyah tersebut. “Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama mempunyai pertimbangan jangan sampai proses tarwiyah mengganggu puncak Haji wukuf di Arafah. Hal ini dikarenakan pada saat puncak haji jalur lalu lintas sangat macet. Sehingga dikhawatirkan jamaah yang dari Mina menuju ke Arafah untuk wukuf tidak bisa sampai tepat pada waktunya,” kata Fahimi dalam keterangan tertulisnya, 3 Juli 2022.
Bisnis
Menurut Sekjen Kemenag RI, Nizar Ali dalam sambutannya pada kegiatan pembinaan petugas kloter Sektor 4, beberapa tahun yang lalu pernah ada penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) yang melaksanakan program tarwiyah. Ternyata PIHK tersebut tidak bisa memberangkatkan jamaah haji dari Mina menuju ke Arafah tepat waktu karena jalannya macet. Obatnya PIHK tersebut harus memberangkatkan kembali jamaah haji yang gagal wukuf di Arafah pada tahun berikutnya.
“Hal ini membuat PIHK tersebut akhirnya bangkrut. Kesehatan jamaah haji juga menjadi pertimbangan tersendiri kenapa pemerintah Indonesia tidak menganjurkan tarwiyah. Ternyata jemaah haji yang melaksanakan tarwiyah ini kecapekan karena harus menginap di mina sebelum ke Arafah yang pada akhirnya mereka jatuh sakit,” kata Nizar.
Tentu saja hal ini akan merepotkan pemerintah maupun jamaah haji itu sendiri. Itulah mengapa pihak PPIH Arab Saudi mewajibkan setiap jamaah menandatangani Surat pernyataan bermaterai jika mereka akan melakukan tarwiyah. Pernyataan tersebut berisi bahwa jemaah haji akan menanggung sendiri segala resiko tarwiyah dan tidak menuntut pemerintah apabila ada permasalahan dalam kegiatan tarwiyah.
Meski demikian, pihak maktab (Muasasah /Perusahaan Arab Saudi yang mengurusi tentang akomodasi jamaah haji selama di Mekah) senantiasa menghancurkan jamaah untuk ikut tarwiyah.
Fahimi mengutarakan, hl itu dirasakan oleh para ketua kloter ketika mereka diundang secara khusus oleh pihak maktab. Ya mantap dengan berbagai rayuan membujuk jamaah agar ikut tarwiyah. Karena jika jamaah ikut tarwiyah maka setiap jamaah akan dikenakan biaya berkisar antara 200 sampai 300 riyal.
“Biar mantap akan menyediakan transportasi menuju Mina tenda menginap serta konsumsi. Tetapi karena maktab yang mengurusi jamaah haji Indonesia ada banyak, maka kadang-kadang ditemukan mazhab yang tidak bertanggung jawab,” kata Fahimi.
Mereka hanya berjanji tetapi pada kenyataannya sangat tidak sesuai harapan mulai dari tenda tempat menginap di minat sampai dengan konsumsi yang dijanjikan. Kadang-kadang mantap hanya mengejar keuntungan saja tanpa memperhatikan kenyamanan jamaah.
“Jadi kegiatan tarwiyah ini lebih bernuansa bisnis maktab daripada pelayanan dan kepuasan jamaah. Tentu tentu hal ini sangat berkebalikan dengan pemerintah Indonesia yang mana sangat mengutamakan pelayanan dan kepuasan jemaah haji,” pungkas Fahimi. —
Makkah, 4 Juli 2022
Kontributor : Ahmad Fahimi
Editor : Shofatus Shodiqoh/rf