Brebes – Pondok Pesantren sangat berpotensi untuk mengembangkan modersi beragama. Hal tersebut karena kajian ilmu keagamaan dan adab menyatu dalam tradisi pesantren. Sehingga peran pesantren tentu sangat strategis di dalam membentuk karakter santri yang moderat.
Tentang adab telah dicontohkan oleh seorang Pengarang Kitab 1000 bait Ibnu Malik yang menghormati dan menghargai gurunya Syekh Ibnu Mu’ti. Ketika Ibnu Malik sudah hafal diluar kepala kitab yang akan ditulis, namun tiba tiba pada bait2 awal berhenti tidak mampu melanjutkan seluruh kalimat yang sudah hafal. Tenyata ada kalimat yang dinilai kurang beradab dengan gurunya.Setelah menyadari akhirnya Syekh Ibnu Malik memuji kebesaran Gurunya Syekh Ibnu Mu’ti. Pujian tambahan bait itulah yang menjadikan lebih dari seribu bait dan menjadi 1002 bait.
Banyak syair atau baik dalam Al fiyah yang saya gunakan untuk kajian teori untuk menentukan kepemimpinan di Kompolnas. Contohnya ketika akan menentukan orang nomer satu di Polri saya mengadopsi teori fail dan maf’ul yang disinkronkan dengan urutan kualifikasi. Bagi presiden punya untuk menentukan yang sejalan juga dengan syair dalam Al fiyah. Demikian disampaikan anggota Kompolnas dari unsur tokoh masyarakat Muhammad Dawam yang akrab disapa dengan Gus Dawam saat berkunjung di Pondok Pesantren As Syamsuriyyah Jagalempeni dalan rangka Kampanye Moderasi Beragama di lingkungan Pesantren.
Lebih lanjut Gus Dawam menegaskan pentingnya ilmu dan adab yang dikaji dikalangan Pesantren. Mulai nahwu shorof, Ushul Fiqih dan Kitab2 Tasawuf itu semua menjadi makanan pokok untuk santri.imbuh alumni Pondok Pesantren Mathailul Falah Kajen Pati.
Sebelumnya Nyai Nafisah selaku Pengasuh Pondok Pesantren As Syamsuriyyah menegaskan pentingnya pemahaman tentang moderasi beragama. Kita akan memahmi tentang moderasi beragama dengan beberapa narasumber yang sudah berada di tengah tengah kita. Sejauh mana pengertian dan pemahaman tentang moderasi dalam Islam, akan kita bedah bersama. Semoga melalui Halaqah ini kita akan banyak menerima pencerahan terhadap pemahaman peran pesantren dalam moderasi beragama.
Nara sumber lain yang ikut memaparkan tema moderasi beragama, Jenderal Maulud dari Polda Jawa Tengah. Ada beberapa jenis klaster pemahaman keagamaan yang tidak sejalan dengan moderasi beragama. Radikalisme, ekstrimisme, terorisme dan jihadis adalal kelompok yang tidak sejalan dengan nilai ajaran Islam yang moderat. Ada langkah2 tindakan preventif agar tidak terjebak pada gerakan radikalisme dan terorisme, diantaranya dengan memberikan pemahaman idiolgi cinta tanah air dan bhineka tunggal Ika. Ini sangat penting untuk generasi bangsa khususnya untuk remaja.
Sementara itu nara.sumber dari PCNU Brebes,KH Ali Misbah, Lc meyetir ayat Al Qur an yang menjelaskan tentang muatan washatiyah. Sesungguhnya pemahaman Islam washatiyah sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Kita tidak boleh menjadi umat yang ekstrim kanan atau kiri didalam memahami Islam. Oleh karena itu memahami teks keagamaan tidak boleh dilepaskan dari konteksnya. Kalau hanya terpaku pada teks maka akan menjadi kaum literalis yang bisa pada terjebak pada pemahaman ektrim. Sementara pemahaman kontekstual tanpa didasari teks akan menjadi liberal. NU dengan idiologi Aswaja itulah bentuk Islam Washatiyah atau moderasi Islam.papar Ketua Aswaja Center PCNU Brebes.
Usai tiga nara menyampaikan narasinya, Akhmad Sururi selaku moderator memandu dialog dengan peserta. Antusiasme peserta Halaqoh Moderasi Beragama sehingga banyak pertanyaan dari peserta.
Acara kampanye Moderasi beragama diikuti oleh pengurus NU dan badan otonom NU di Kab Brebes dan Tegal. Dalam kesempatan tersebut hadir Ketua PCNU Kab Tegal H Muntoyo didampingi oleh LKKNU Kab Tegal dan pengurus harian yang lain. Pengurus NU Brebes diwakili oleh Sahidin selaku Ketua LP Ma’arif PCNU Brebes. Jajaran kepolisian yang ikut hadir pada kegiatan yang diselenggarakan pada hari Jumat 31 Desember 2021,di Aula Ponpes Asyamsuriyah Desa Jagalempeni Kec.Wanasari, selain Kapolsek Wanasari, Mulyono dan beberapa anggota kepolisian dari Polres Brebes. (AS/Hid).