Pemalang – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pemalang meminta kepada para Penyuluh Agama Islam untuk menjalankan lima budaya kerja Kementerian Agama RI dalam melaksanakan tugasnya.
“Lima budaya kerja Kementerian Agama yaitu integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas sebagai penyuluh. Harapannya, penyuluh akan semakin baik dalam memberikan penyuluhan,”.
Hal itu diharapkannya saat menjadi narasumber Diklat di Wilayah Kerja (DDWK) Penyuluh Agama Islam Non PNS Kankemenag Kabupaten Pemalang, Rabu (14/11) di Aula Kankemenag.Â
DDWK diselenggarakan oleh Balai Diklat Keagamaan Semarang mulai hari Senin (12/11) sampai dengan hari Sabtu (17/11). Sebanyak 40 orang Penyuluh Agama Islam Non PNS di Kabupaten Pemalang mengikuti kegiatan ini.
Dia menjelaskan, lima nilai budaya kerja Kementerian Agama RI selaras dengan empat sifat Nabi Muhammad SAW yakni shiddiq (benar), amanah (bisa dipercaya), fathonah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan).
Nilai yang pertama adalah integritas yang mengandung maksud keselarasan antara hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik dan benar. Profesionalitas adalah bekerja secara disiplin, kompeten, dan tepat waktu dengan hasil terbaik. Selanjutnya Taufik meminta penyuluh untuk berinovasi dalam melaksanakan tugas, sesuai nilai budaya kerja yang ketiga.
“Penyuluh harus bisa berinovasi dalam menyampaikan penyuluhan. Mulai dari cara penyampaian, materi yang diberikan, majelis taklim didorong untuk mengadakan kegiatan yang produktif. Itu semua sebagai inovasi dalam memberikan penyuluhan. Jadi bukan hanya sekedar taklim, tapi pemberdayaan ekonomi umat agar dikembangkan,” kata Taufik.
Selanjutnya penyuluh harus memiliki nilai budaya tanggung jawab. Artinya penyuluh harus bekerja secara tuntas dan konsekuen. Nilai budaya yang kelima adalah keteladanan atau uswatun hasanah. Dalam memberikan penyuluhan harus dengan sikap yang baik, penuh keramahan, dan adil.
Mengakhiri materinya, Taufik meminta penyuluh untuk memberikan penyuluhan yang mudah dipahami oleh masyarakat.
“Penyuluh diharapkan bisa memberikan penyuluhan dengan metode yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Penyuluh tidak bisa serta merta menyamaratakan materi penyuluhan tiap masyarakat. Inti dari penyuluhan adalah masyarakat bisa memahami apa yang disampaikan oleh Penyuluh,” jelasnya. (fi/rf)