Cilacap – Perlakuan yang tidak berbeda sedikitpun dilakukan Kementerian Agama pada layanan kegiatan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Pondok Pesantren (PPs) tingkat Wustha. Untuk memastikan kegiatan sesuai dengan perencanaan, tim Kemenag Cilacap melakukan monitoring selama tiga hari berturut-turut, Jum’at-Ahad (4-6/5).
Kegiatan monitoring UNBK PPs Wustha dilakukan persis sebagaimana pada UNBK madrasah. Hal paling utama yang harus dipantau adalah terkait kesesuaian data peserta, penyelenggaraan dan sistem kepengawasannya. UNBK PPs Wusto merupakan kegiatan yang sangat istimewa. Sehingga pelaksanaannya harus betul-betul berjalan dengan baik.
Hal tersebut dikemukakan Kakankemenag Kab Cilacap melalui Kasi PD Pontren, Subhan Wahyudi. Menurutnya, UNBK PPs Wustha merupakan kegiatan yang sama pentingnya dengan UNBK di madrasah umum, yakni sebagai salah satu layanan pemerintah di bidang pendidikan. Siapapun dan di manapun warga negara Indonesia termasuk di dalamnya para santri yang putus sekolah agar dapat menikmati layanan pendidikan. Mengingat akan tugas mencerdaskan bangsa adalah amat Undang-Undang, maka pemerintah wajib memberikan layanan dengan baik.
“Salah satu komitmen pemerintah melalui Kementerian Agama adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap akses pendidikan madrasah, termasuk di dalamnya terdapat pondok pesantren. Karenanya, pelaksanaannya harus betul-betul direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi dan diawasi dengan baik. Dengan monitoring diharapkan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik kepada pemerintah maupun masyarakat itu sendiri,”katanya.
Dikatakan lebih lanjut bahwa, sejak pertama kali dilaksanakan, hambatan yang timbul pada penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) adalah terkait keberadaan santri. Tidak jarang, santri yang semula telah terdaftar dalam Daftar Nominasi Tetap (DNT), ternyata malah sudah mukim (pulang kampung). Permasalahan lain timbul sejak tahun lalu, yakni terkait transportasi. Hal ini seiring kebijakan Dinas P dan K yang mengharuskan pelaksanaan ujian dalam lokasi tertentu karena alasan jumlah. Sehingga pesantren dengan jumlah santri yang sedikit harus digabung dalam satu tempat.
Letak pesantren yang sangat berjauhan dan sulit dijangkau menjadikan mahalnya biaya transportasi. Untuk dapat bertahan hidup di pesantren saja, mereka harus berjibaku dengan pekerjaan sambilan mereka sebagai santri. Sehingga biaya transportasi santri menuju lokasi ujian menjadikan hambatan tersendiri. Adanya dermawan yang mau mengulurkan tangan dapat mengatasi masalah transportasi, bahkan akomodasi yang di dalamnya penginapan dan konsumsi,”pungkasnya.(On/bd)