Pati – Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang pengelolaan wakaf produktif di Kabupaten Pati, Penyelenggara Syariah Kankemenag Kabupaten Pati bersama Bidang Penerangan Agama Islam, Zakat dan Wakaf Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah menggelar kegiatan pembinaan lembaga dan Nazhir Wakaf di aula Kantor Kementerian Agama, Selasa (21/11/17).
Tujuan diadakan kegiatan tersebut adalah untuk mendorong dan meningkatkan pemberdayaan Nadzir dalam mengelola Tanah wakaf serta untuk meningkatkan peran serta Nadzir dalam mengelola tanah wakaf agar lebih professional.
Kepala Bidang Penais Zawa Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Moh. Saidun sebagai nara sumber kegiatan ini menyampaikan materi tentang Kebijakan Kemenag pada Pembinaan Nadzir Wakaf.
Nadzir Wakaf, sebagaimana UU no 41 tahun 2004 adalah pengelola wakaf. Keberadaan nadzir wakaf di Indonesia ada 3 jenis, yaitu Nadzir perorangan, Nadzir Organisasi, dan Nadzir badan hukum, katanya.
Dalam pembinaan nadzir wakaf, peran Kementerian Agama adalah melakukan pembinaan internal pejabat teknis perwakafan untuk mempersiapkan tenaga teknsi yang membidangi perwakafan melalui diklat-diklat dan orientasi. Selain itu pembinaan eksternal juga dilakukan yang bersifat masive kepada masyarakat, lembaga-lembaga profesional dan lapisan masyarakat yang ikut berpartsipasi menganggarkan dan meningkatkan pengelolaan wakaf, papar Saidun.
Selain itu, Tugas nadzir wakaf adalah mengadministrasi, mengelola, mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, juga membuat laporan secara berkala kepada Menteri dan BWI mengenai kegiatan perwakafan. Sedangkan hak nadzir wakaf adalah mendapatkan imbalan bersih pengelolaan sebesar 10%. Masa bhakti dari nadzir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali, jelasnya.
Nadir perlu pembinaan
“Potensi tanah wakaf sangat besar namun belum dimanfaatkan secara maksimal, maka solusinya nadzir perlu dibimbing, dilatih dan dibina agar profesional,” tegas Saidun. Menurut data tanah wakaf, luas tanah wakaf di Indonesia jika digabung, maka akan melebihi luas negara Singapura, sehingga jika tanah wakaf dikelola, dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal, tujuan berwakaf untuk memajukan kegiatan ibadah baik di bidang pendidikan maupun sosial keagamaan akan tercapai.
Tujuan mulia para wakif (orang yang berwakaf) tersebut masih terkendala oleh kemampuan dan pemahaman para nadzir sebagai penanggung jawab pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf belum profesional, karenanya untuk mencapai tujuan tersebut, pembinaan dan pelatihan nadzir merupakan hal pokok yang pertama dan utama harus dilaksanakan. Saidun berharap, pembinaan nadir secara periodik akan bisa meningkatkan daya gedor mereka dalam meningkatkan peran tanah wakaf untuk kemaslahatan umat.
Dengan dasar Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, nadzir berhak atas mendapatkan hasil sebesar 10% dari pemanfaatan wakaf produktif secara maksimal yakni 100%, dengan aturan tersebut ditujukan untuk meningkatkan semangat juang para nadir dalam mengelola dan memanfaatkan tanah wakaf, baik nadzir perseorangan, nadzir organisasi dan nadzir berbadan hukum, pungkas Saidun. (Athi’/bd)