Semarang – Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD Kota Semarang 2021 – 2026, salah satu yang ditekankan adalah menjamin kemerdekaan masyarakat menjalankan ibadah, pemenuhan hak dasar dan perlindungan kesejahteraan sosial serta hak asasi manusia bagi masyarakt secara berkeadilan. Untuk itulah diterbitkannya Peraturan Walikota Semarang Nomor 46/2021 tentang Tata Cara Penerbitan Izin Mendirikan Rumah Ibadat pada 14 Juli 2021 yang lalu yang merupakan turunan dari PBM Nomor 8/9 tahun 2006. Peraturan ini muncul sebagai upaya untuk merawat kerukunan dengan cara memberi perlakuan berbeda bagi rumah ibadat yang sudah lama berdiri dalam mendapatkan ijin prinsip.
“Untuk rumah ibadat, apakah itu masjid, gereja, klenteng, pura atau vihara yang sudah lama berdiri sebelum 14 Juli 2021, dalam perwal pada persoalan prosedur ijin prinsip mendapatkan perlakuan berbeda dengan rumah ibadat yang baru berdiri setelah tanggal penetapan perwal tersebut,” terang Syarif Hidayatullah selaku narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Perwal No. 46 Tahun 2021 yang digagas oleh Pokjaluh Kota Semarang di Angkringan Baloeng Gadjah Kec. Tuntang pada Jum’at (3/6) ini.
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya agar para Penyuluh Agama Islam memahami tentang adanya regulasi yang menerangkan istilah ijin prisip atau persetujuan prinsip rumah ibadat.
“Kami para penyuluh ingin mengetahui apa sebenarnya ijin prinsip itu? Sehingga kami berinsiatif meminta kepada salah satu penyuluh agama yang kebetulan juga sebagai sekretaris tim perumus perwal itu untuk memberikan penjelasan kepada teman-temannya,” tutur Ricky Wasito, selaku Ketua Pokjaluh Kota Semarang.
Dalam penjelasannya Syarif memberikan perbedaan redaksi Ijin Prinsip untuk rumah ibadat lama dan rumah ibadat baru.
“Untuk rumah ibadat lama yaitu yang berdiri sebelum 14 Juli 2021, ijin prinsipnya itu adalah rekomendasi FKUB yang prosedurnya hanya membutuhkan lima tanda tangan dan fotokopi KTP tokoh setempat yang diketahui RT, RW, Lurah dan Camat serta ada legalitas formal status tanahnya. Sedangkan rumah ibadat yan baru atau yang berdiri setelah 14 Juli 2021, ijin prinsipnya harus melalui beberapa tahapan berupa rekomnedasi FKUB dan Kemenag yang tentunya membutuhkan pengantar rekomendasi dari KUA setempat, adanya fotokopi KTP 90 pengguna dan 60 tanda tangan dukungan dari masyarakat setempat, yang kemudian dilakukan sidang tim terpadu terlebih dahulu di Kesbangpol baru kemudian muncul ijin prinsip dari Walikota,” imbuh Syarif.
“Intinya, dengan perwal ini prosedur ijin prinsip lebih simpel memotong tiga tahapan birokrasi yaitu kemenag, kesbangpol dan walikota,” tambahnya.
Syarif juga menerangkan bahwa telah dibentuk TARI atau Tim Asistensi Rumah Ibadat oleh FKUB Kota Semarang, yang anggotanya dari para penyuluh lintas agama Non PNS untuk membantu para pengelola rumah ibadat dalam mengurus terbitnya ijin prinsip tersebut.
“Tim Asistensi ini ditargetkan membantu penerbitan ijin prinsip perbulan minimal 6 rumah ibadat guna memenuhi target 475 selama rentang Juni sampai Oktober 2022, yang mana nantinya para takmir masjid atau pengelola rumah ibadat duduk manis saja, biar yang keliling mengurus berkas adalah tim ini yang sudah dibagi sesuai wilayah kerjanya,” kata Syarif.
“Semoga dengan adanya tim ini dibentuk, selain untuk sosialisasi juga mampu memberikan jalan keluar menuju terpenuhinya keinginan sejumlah pihak agar rumah-rumah ibadat memiliki IMB, karena pada kenyataannya di Kota Semarang dari 2.913 rumah ibadat sesuai data BPS 2020, yang baru memiliki IMB hanya 4 persen saja,” harap Rahmat Hidayat, selaku Ketua Forum Komunikasi Penyuluh Lintas Agama atau Forkopela dan sekretaris Pokjaluh. (Penyuluh/Sua)