Semarang (PHU) – Mulai tanggal 3 Muharram 1440 H, Kerajaan Arab Saudi dalam surat resminya menyatakan bahwa setiap pengurusan visa haji, umrah atau visa lainnya baik itu kunjungan atau ziarah semuanya menggunakan biometrik. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU), Nizar dalam kegiatan Muswil IV tahun 2019 Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK-KBIH) Provinsi Jawa Tengah.
“Pertengahan bulan Desember lalu, sudah dipraktekkan sistem biometrik untuk pengurusan visa jemaah umrah, dan pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pelaksana biometrik adalah PT VFS Tasheel Indonesia,” terang Nizar, Sabtu (12/01).
Kegiatan yang diikuti oleh perwakilan dari seluruh Kelompok Bimbingan se-Provinsi Jawa Tengah dan dilaksanakan di Pondok Pesantren Ash Shodiqiyyah Semarang merupakan agenda rutin dari FK KBIH Provinsi Jawa Tengah.
Terkait dengan pertanyaan siapakah yang memberikan izin pelaksanaan biometrik di Indonesia, Dirjen menjelaskan bahwa yang memberikan izin di Indonesia adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Beliau tidak mempersoalkan terkait dengan izin tetapi ada beberapa point yang menjadi perhatianyan.
“Persoalannya bukan masalah izin atau tidaknya tetapi adanya standar pelayanan minimal terkait dengan pelayanan biometrik yang diberikan kepada jemaah. Karena sampai dengan berjalannya biometrik ini ada permasalahan terkait dengan pelayanan yang diberikan,” katanya.
Nizar juga berharap agar titik-titik kantor cabang yang menyelenggarakan biometrik dapat menyeluruh se-Indonesia pada tiap Kabupaten/Kota. Karena sampai saat ini yang sudah berjalan hanya terdapat 34 titik kantor cabang pada 28 Provinsi.
“Kami sampaikan bahwa pada tanggal 10 Desember lalu, kami mengirimkan nota keberatan saat penandatanganan MOU Haji dengan Arab Saudi salah satu pointnya adalah kita keberatan terkait pemberlakuan biometrik kepada Indonesia, dikarenakan beberapa faktor diantaranya adalah faktor geografis, biaya, tenaga dan fasilitasnya,” ujar Nizar.
“Kita mengusulkan biometrik bukan untuk syarat pengajuan visa tetapi untuk syarat pemberangkatan seperti haji tahun kemarin, tetapi samapi saat ini belum ada jawaban dari Arab Saudi,” tambahnya.
Dijelaskannya bahwa Menteri Haji Arab Saudi hanya memberi tiga 3 opsi yaitu pertama, kebijakan biometrik ini tetap diberlakukan karena ini merupakan kebijakan raja Arab Saudi, Kemenag tidak dapat merubah atau mencabutnya. Pemerintah hanya minta “wisdom”-nya untuk konteks Indonesia dari Kerajaan Arab Saudi terkait dengan pelaksanaan biometrik, paling tidak ada kantor cabangnya pada level Kabupaten/Kota.
“Yang kedua, data biometrik jemaah yang ada di Kantor Imigrasi ketika mengurus paspor, bisa diintegrasikan dengan data Imigrasi Arab Saudi,” katanya.
“Ketiga, pemberlakuan biometrik bukan sebagai syarat pengajuan visa tetapi syarat untuk pemberangkatan,” pungkasnya. (vd/gt).