Wonogiri – Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) Agama Islam Kankemenag Wonogiri menyelenggarakan seminar dan rakerda tahun 2022, Rabu – Kamis (19-20/01) bertempat di Aula Agro Wisata Amanah Karanganyar yang di ikuti pengurus dan anggota Pokjaluh Kabupaten Wonogiri, adapun kegiatan mengambil tema “Analisis sosial budaya dalam meningkatkan kinerja dan keharmonisan komunitas layanan keagamaan”
Kegiatan di buka secara resmi Rabu siang, (19/01) oleh Ka. Kankemenag Wonogiri, H. Anif Solikhin dan turut mendampingi Ketua Pokjaluh Kabupaten Wonogiri, Munawir dan Narasumber seminar Prof. Ali Humaidi.
Dalam pembinaannya, H. Anif Solikhin menyampakan Penyuluh agama Islam sebagai garda terdepan Kementerian Agama untuk selalu melakukan inovasi dan kreativitas dalam melaksanakan tugas kepenyuluhan.
Dalam kesempatan tesebut Ka. Kankemenag Wonogiri kembali menegaskan tentang program Kementerian Agama yang di luncurkan Menteri Agama antara lain: Pertama Moderasi beragama, yang harus di implementasi dari moderasi beragama, yaitu corak beragama yang mengambil jalan tengah tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri.
Menurut Anif ada empat indikator utama moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi, dan menghargai budaya kearifan lokal (local wisdom).
Lima langkah yang telah dan akan dilakukan: (1) penguatan cara pandang, sikap, dan praktik beragama jalan tengah. (2) penguatan harmonisasi dan kerukunan umat beragama. (3) penyelarasan relasi agama dsn budaya. (4) peningkatan kualitas pelayanan kehidupab beragama. (5) pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan.
Kedua, transformasi digital. Kebijakan ini ingin mewujudkan Kemenag sebagai pusat layanan pendidikan dan keagamaan yang cepat, tepat, akurat, dan terintegrasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. (Mursyid)
Ketiga, revitalisasi KUA. Kebijakan ini akan menempatkan KUA sebagai pusat layanan keagamaan yang prima, kredibel dan moderat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama. Cakupan kebijakannya meliputi perbaikan infrastruktur, standar layanan, dan sumber daya manusia.
Keempat, Cyber Islamic University (CIU). Kebijakan CIU akan dimulai dari Universitas Islam Ciber Syekh Nurjati Indonesia (UISSI) sebagai pilot project pertama perguruan tinggi Islam berbasis siber dalam rangka meningkatkan layanan pendidikan yang merata dan bermutu.
Kelima, kemandirian pesantren. Kebijakan yang ingin mewujudkan pesantren agar memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, sehingga dapat menjalankan fungsi pendidikan dakwah dan pemberdayaan masyarakat dengan optimal.
Program ini ingin menguatkan fungsi pesantren dalam menghasilkan SDM yang unggul dalam ilmu agama, keterampilan kerja, dan kewirausahaan.
Pesantren juga didorong dapat mengelola unit-unit bisnis sebagai sumber ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Dari sini akan muncul ekosistem ekonomi di pesantren sebagai “economis community” sehingga membentuk kemandirian pesantren.(mursyid/Sua)