Renungan 13 Oktober 2021
Lukas 11:42-46
Saudara-saudari yang terkasih, bacaan Injil hari ini berisi kecaman Tuhan Yesus terhadap orang-orang Farisi. Kecaman itu tampak dari kata-kata yang dipakai oleh Tuhan Yesus, yaitu “celakalah kamu”. Ada empat kecaman yang disampaikan oleh Tuhan Yesus yaitu kecaman bahwa orang-orang Farisi membayar kewajibannya tetapi mengabaikan cinta kasih dan keadilan; kecaman bahwa mereka suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar; kecaman bahwa mereka seperti kubur yang tidak berjaga; dan kecaman bahwa mereka meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, namun mereka sama sekali tidak menyentuh beban itu dengan jari mereka.
Dari empat kecaman ini, saya tertarik untuk merenungkan kecaman yang keempat, yaitu kecaman yang ditujukan pada ahli-ahli Taurat yang meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, sementara mereka sendiri sama sekali tidak menyentuhnya.
Siapakah sebenarnya ahli-ahli Taurat ini? Mereka adalah para pakar hukum Taurat yang biasanya menerangkan hukum Taurat itu bagi agama Yahudi. Mereka bertugas menyusun peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan untuk setiap situasi kehidupan keagamaan Yahudi. Mereka tersebar di daerah Yudea dan Galilea sebagai guru-guru yang mengajar anak-anak dan orang-orang dewasa mengenai Taurat. Di kalangan masyarakat Yahudi, mereka diakui sebagai cendekiawan yang mengembangkan ajaran Taurat, mengajar murid-murid baik secara lisan maupun tulisan dan menerapkan hukum Taurat dalam lingkungan orang-orang Yahudi.
Ahli-ahli Taurat ini dikecam Tuhan Yesus karena mereka meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, sementara mereka sendiri sama sekali tidak menyentuhnya. Mereka membuat banyak peraturan yang bagi banyak orang tidak mudah untuk melaksanakannya, namun mereka sendiri seolah-olah tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat itu. Seolah-olah mereka menampilkan diri hanya sebagai pembuat hukum dan peraturan, dan orang lainlah yang melaksanakannya. Mereka seringkali menampilkan diri sebagai orang yang mengamati orang lain dalam melaksanakan hukum Taurat dan mereka akan tampil seolah-olah sebagai hakim yang mengadili ketika mereka menjumpai orang-orang yang lalai dalam menjalankan hukum dan peraturan itu. Itulah sebabnya kelompok ini sering berbenturan dengan Tuhan Yesus yang lebih mengedepankan kasih daripada sekedar ketaatan buta terhadap hukum dan peraturan.
Apakah semua ahli Taurat jahat seperti yang dikecam oleh Yesus ini? Tidak semuanya. Ada yang baik dan bahkan kemudian menjadi rasul yang handal. Misalnya Rasul Paulus yang pada mulanya adalah orang yang sangat keras melawan para pengikut Yesus. Ia tidak hanya seorang ahli Taurat, tetapi juga orang Farisi, murid dari Rabi Gamaliel, seorang guru Taurat yang sangat dihormati. Ia kemudian dijamah oleh Roh Kudus sehingga mengalami pertobatan, dan setelah bertobat, ia tidak lagi mewartakan kerasnya hukum Taurat, melainkan kasih Kristus yang melandasi semua hukum. Ia tidak lagi menjadi pembuat hukum dan peraturan, tetapi ia menjadi pelaksana kasih kepada jemaat-jemaat yang dilayaninya.
Saudara-saudari yang terkasih, seringkali dalam kehidupan sehari-hari, kita berlaku seperti ahli-ahli Taurat yang sering membuat banyak aturan entah dalam keluarga, lingkungan, dan Gereja, namun kita sendiri tidak melaksanakannya. Kita justru lebih sering menjadi hakim, yang mengawasi dan mengadili orang lain yang menurut kita lalai atau melanggar aturan. Kita merasa puas, bangga dan berhasil bila bisa menunjukkan orang lain yang salah atau lalai dalam melaksanakan aturan. Mari meniru St. Paulus yang dengan jamahan Roh Kudus melompat dari seorang ahli hukum Taurat menjadi pelaksana hukum kasih Kristus. Semoga dengan bimbingan Roh Kudus, kita mampu menjadi pewarta dan pelaksana hukum kasih-Nya.
Sekian. Selamat pagi. Selamat beraktifitas. Tuhan memberkati. (Agus Subiyanto – Penyuluh Agama Katolik Kabupaten Banyumas)