081128099990

WA Layanan

081393986612

WA Pengaduan

Ekoteologi: Merawat Alam sebagai Iman dan Etika Spiritual

Picture of Team Humas Jateng

Team Humas Jateng

Semarang (Humas) – Kesadaran ekologis bukan sekadar isu lingkungan, tetapi merupakan bagian integral dari dimensi keagamaan dan spiritualitas manusia. Pesan itu disampaikan Mustagfirin dari komunitas Svarna Loka Gunungpati Semarang dalam kegiatan Implementasi Early Warning System (EWS) Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan di Provinsi Jawa Tengah (6-7/10/2025).

Dalam paparannya, Mustagfirin menegaskan bahwa merawat lingkungan bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga bentuk ibadah dan wujud nyata dari keimanan.

“Menjaga bumi adalah bentuk syukur kepada Sang Pencipta. Setiap tindakan kecil, menanam pohon, mengurangi sampah, atau menghemat air adalah ekspresi nyata dari iman dan rasa tanggung jawab spiritual kita,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa manusia dipanggil untuk hidup selaras dengan alam, bukan mengeksploitasinya secara serakah. Prinsip kesederhanaan, keadilan ekologis, dan kasih terhadap seluruh ciptaan menjadi pedoman moral yang perlu dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut, Mustagfirin memaparkan Lima Pilar Nilai Ekoteologi yang menjadi fondasi gerakan spiritual ekologis:

  1. Kasih terhadap Ciptaan, dengan menumbuhkan empati kepada seluruh makhluk hidup sebagai sesama ciptaan Tuhan;
  2. Amanah dan Kepercayaan, menjalankan peran sebagai khalifah di bumi dengan integritas dan tanggung jawab moral;
  3. Kesederhanaan Hidup, menghindari pola hidup konsumtif yang berlebihan;
  4. Keadilan Ekologis, memastikan pemanfaatan sumber daya alam secara adil bagi generasi kini dan mendatang; dan
  5. Harmoni dengan Alam, membangun hubungan timbal balik yang memberi manfaat dan menjaga keseimbangan.

Nilai-nilai tersebut telah diterapkan oleh komunitas Svarna Loka melalui berbagai aksi nyata, antara lain:

  1. Pertanian Berkelanjutan, dengan sistem organik ramah lingkungan yang menjaga kesuburan tanah;
  2. Program Kompos, mengolah limbah organik dan kotoran hewan menjadi pupuk bernilai ekonomi tinggi;
  3. Edukasi Ekoteologi Spiritual, menanamkan nilai cinta lingkungan kepada generasi muda melalui pembelajaran dan kegiatan lapangan.

Di akhir paparannya, Mustagfirin kembali menegaskan pentingnya pendekatan spiritual dalam menjaga bumi.

“Semua harus berawal dari kesadaran hati, berdoa, merenung, lalu bertindak. Spiritualitas ekologis bukan hanya tentang doa, tapi tentang tindakan nyata: menanam, membersihkan, menghemat, dan melindungi,” tegasnya.

Kegiatan ini menjadi refleksi penting bahwa pelestarian lingkungan sejatinya merupakan bagian dari tanggung jawab iman. Sebagaimana Early Warning System (EWS) Si Rukun berperan dalam mencegah konflik sosial, maka ekoteologi hadir sebagai sistem kesadaran spiritual untuk mencegah krisis ekologis melalui tindakan iman yang berkeadilan dan berkelanjutan. (Rizqi)

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Skip to content