Kota Surakarta (Humas) – Sebagai bagian dari komitmen berkelanjutan dalam memberikan layanan keagamaan yang berdampak nyata, Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Surakarta melalui Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) menggelar Rapat Koordinasi Evaluasi Program 2025 dan Penyusunan Rencana Kerja 2026. Bertajuk “Penguatan Kerukunan dan Cinta Kemanusiaan, Ekoteologi Berkelanjutan dan Pemberdayaan Ekonomi Umat”, kegiatan ini digelar di Hotel Sahid Jaya Solo pada Kamis (11/12/2025). Rakor ini menandai fase penting untuk mengonsolidasi capaian program Gerakan Rumah Ibadah Berseri (GEMARI) Solo, sebuah inisiatif strategis Kankemenag Kota Surakarta yang telah berjalan sejak diluncurkan di Masjid Agung Surakarta pada September 2025, serta merancang aksi lebih integratif ke depan.
Dalam pembukaan, Ketua IPARI Kota Surakarta Pardi, menekankan bahwa semangat dan kegiatan IPARI sejalan dan “satu nafas” dengan misi mitra kolaboratornya, Yayasan Persemaian Cinta Kemanusiaan (PERCIK). Ia mengungkapkan bahwa hingga akhir 2025, GEMARI telah melaksanakan enam kali kegiatan di berbagai rumah ibadah. Evaluasi ini, menurutnya, ditujukan untuk tiga hal: menilai realisasi program 2025 dan melanjutkannya ke 2026, memperkuat kerukunan umat beragama, serta membuka kesempatan lebih luas bagi anggota IPARI untuk berkontribusi dan mengembangkan diri. Hal ini menunjukkan pendekatan Kankemenag yang tidak hanya seremonial, tetapi berorientasi pada keberlanjutan dan pengembangan kapasitas para penyuluh sebagai garda terdepan layanan.

Ketua Yayasan PERCIK Haryani Septiningtyas atau akrab disapa Yani, dalam sambutannya menjelaskan filosofi di balik upaya membangun kerukunan dan kelestarian lingkungan. Ia menggambarkan kantor PERCIK yang didesain seperti rumah Joglo dengan pohon besar, sebuah ikon yang merepresentasikan keharmonisan dengan alam dan sesama.
“Itu menjadi upaya kami mengejawantahkan kehadiran kita manusia yang pluralis ke dalam bentuk yang konkrit,” ujarnya.
Yani juga menyoroti pentingnya peran aktif penyuluh agama dalam isu lingkungan. “Penyuluh bicara soal agama sudah biasa, tapi yuk sekarang kita bersama Penyuluh Agama bicara tentang lingkungan!,” tanyanya, mengajak refleksi untuk mentransformasi wacana ke dalam aksi nyata.
Lebih lanjut, Yani memaparkan bahwa PERCIK telah mengembangkan konsep Eco Mosque yang serupa sebagai standar masjid ramah lingkungan, serta program Sobat Agama untuk membangun jejak antar iman. Kolaborasi nyata dengan Kankemenag melalui Penyuluh Agama Islam Bernama Fadhil di masa lampau, untuk pemberdayaan anak-anak di sekitar Masjid Bibis dengan mengajak mereka mengenali sungai dan menonton film edukasi, menjadi bukti bahwa perubahan perilaku dapat dimulai dari pesan keagamaan yang dikemas dengan pendekatan membumi.

“Ketika Penyuluh Agama yang berbicara, mereka yang diajak bicara akan menanggapi dengan positif dan akan menjawab ya, inggih. Nah maka, dengan Ini, mari kita Yakini bahwa kegiatan merawat lingkungan ini sebagai bentuk syahid kita dalam mencintai bumi,” tambah Yani, menegaskan bahwa iman harus menjadi jembatan untuk merawat lingkungan.
Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kankemenag Kota Surakarta Achmad Arifin, yang juga hadir, dalam sambutannya menyampaikan motivasi agar ekoteologi tidak berhenti pada gagasan dan renungan saja.
“Ekoteologi hadir bukan sebuah renungan dan wacana, tapi untuk kita bergerak. Iman dipakai untuk menjadi jembatan agar kita dapat merawat lingkungan dengan baik. Cinta kepada alam, adalah cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa,” tegasnya.
Pernyataan ini memperkuat peran Kankemenag Kota Surakarta bahwa layanan keagamaan harus melampaui doktrin spiritual dan menjadi aksi kolektif yang menjawab tantangan zaman, termasuk krisis lingkungan.

Usai resmi dibuka, rakor kemudian dilanjutkan dengan materi penguatan yang disampaikan oleh Divisi Peneliti dan Advokasi Yayasan PERCIK Ambar Istiyani, berjudul “Penguatan Kerukunan Umat Beragama dan Ekoteologi Berkelanjutan”. Materi tersebut diharapkan dapat memperkaya perspektif dan metodologi kerja para penyuluh agama, sekaligus menyelaraskan langkah kolaboratif antara Kemeng, IPARI dan PERCIK dalam program-program strategis tahun depan, termasuk keberlanjutan dari program GEMARI Solo.
Evaluasi ini merupakan tonggak penting untuk mengukur dampak dari terobosan Kankemenag Kota Surakarta sejak meluncurkan GEMARI Solo. Seperti diberitakan sebelumnya, peluncuran GEMARI pada 24 September 2025 di Masjid Agung Surakarta merupakan gebrakan kolaboratif yang melibatkan lintas pemangku kepentingan, dari pemerintah daerah, FKUB, MUI, hingga perwakilan enam rumah ibadah berbeda (Masjid, Gereja, Pura, Vihara, dan Lithang). Aksi simbolis penanaman biopori dan penghijauan di kawasan masjid serta enam rumah ibadah lain saat itu, menjadi bukti awal komitmen nyata yang kini dievaluasi.
Melalui GEMARI Solo, Kankemenag Kota Surakarta telah memelopori model layanan keagamaan yang integratif, di mana rumah ibadah bertransformasi dari pusat ritual semata menjadi pusat peradaban yang aktif mempromosikan moderasi beragama, kerukunan, dan kepedulian lingkungan secara simultan. Kepala Kankemenag Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun, sebelumnya menyatakan bahwa gerakan ini telah dijalankan dengan berkeliling ke berbagai rumah ibadah dan akan berkembang ke pengelolaan sampah, menegaskan komitmen jangka panjang.
Rakor evaluasi hari ini juga menjadi media konsolidasi untuk memperluas jaringan dan dampak ekonomi umat. Dengan memasukkan pemberdayaan ekonomi umat dalam tema besar, Kankemenag Kota Surakarta menunjukkan kesadaran bahwa kesejahteraan material dan spiritual berjalan beriringan. Layanan keagamaan yang berdampak tidak hanya menciptakan kerukunan dan lingkungan yang sehat, tetapi juga membuka peluang ekonomi berkelanjutan dari inisiatif-inisiatif berbasis komunitas dan ekoteologi. (rmd)




