Oleh: Akhmad Sururi (Wakil Ketua DPW FKDT Jawa Tengah)
Pendidikan Keagamaan sebagaimana dijelaskan pada PP No 55 Th 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami, mengamalkan nilai nilai ajaran agamanya dan mewujudkan kecakapan sebagai ahli ilmu agama. Fungsi tersebut secara implementatif dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keagamaan termasuk Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT)
Sebagai lembaga pendidikan keagamaan MDT tumbuh dan berkembang di tengah tengah masyarakat dengan kekuatan swadaya yang dikelola oleh alumni pesantren. Pengelolaan yang meliputi aspek manajerial menjadi tanggung jawab pimpinan MDT dan pengurus yang belakangan banyak yang menjadi badan hukum yayasan.
Sebagai alumni pesantren yang mengelola MDT memiliki kecenderungan dalam pengelolaannya mengacu pada pondok pesantren yang dulunya pengelola pernah mondok. Sehingga secara praksis kalau pengelola MDT lulusan Pondok Pesantren Lirboyo, maka kecenderungan kurikulumnya berkiblat pada kurikulum Lirboyo tingkat awal. Begitu juga Kaliwungu, Kempek, Ploso, Sarang, Babakan Ciwaringin dan Pondok Pesantren Salaf lainnya.
Kecenderungan tersebut tidak totalitas karena muatan kurikulum Pesantren tentu lebih berat untuk diterapkan pada peserta didik (santri) MDT yang pagi hari mengikuti pembelajaran pada lembaga formal (SD/MI). Sehingga dengan keterbatasan waktu implementasi kurikulum tidak seutuhnya mengadopsi dari satu pondok pesantren seutuhnya. Bahkan ada yang memodifikasi dengan elaborasi dari beberapa pesantren salaf. Hal tersebut bertujuan untuk menyesuaikan kemampuan peserta didik.
Kementerian Agama dalam hal ini Subdit Pendidikan Diniyah Takmiliyah tidak menjabarkan secara detail tentang kurikulum. Namun secara garis besar sebagaimana termaktub dalam buku Pedoman Penyelenggaraan MDT dijelaskan tentang struktur kurikulum, prinsip pelaksanaan kurikulum, pengelolaan dan pengembangan kurikulum, kompetensi lulusan, proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar.
Adapun tentang sumber pembelajaran diserahkan kepada masing-masing lembaga atau FKDT sebagai forum yang menaungi MDT atas dasar kesepakatan bersama. Hal inilah sebagai bentuk apresiasi Kementerian Agama terhadap kekhasan MDT di beberapa daerah. Sehingga secara yuridis Kementerian Agama tidak mengatur secara teknis tentang buku ajar kurikulum. Hal tersebut karena disadari sepenuhnya bahwa MDT (dulu disebut sekolah Arab) sebagai lembaga pendidikan non formal tumbuh yang berkembang dengan komitmen Tafaquh Fiddin (mendalami Ilmu agama Islam) pihak pengelola diberikan otoritas untuk melakukan pengembangan dan implementasi kurikulum.
Kementerian Agama hanya memberikan standar minimal kompetensi lulusan yang dijabarkan dalam SKKD. Kendatipun dalam sistematiika struktur urutan materi berbeda dg kurikulum berbasis Pesantren, namun prinsip yang paling utama adalah bahwa kurikulum MDT menekankan pada aspek Tafaquh Fiddin.
Dengan penekanan pada aspek Tafaquh Fiddin maka tujuan pendidikan nasional akan bisa tercapai sebagaimana termaktub dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. MDT hadir sebagai pilar dalam sistem pendidikan nasional yang turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Disamping itu melalui MDT pengamalan dan pemahaman agama yang moderat akan menjadi warna dalam kehidupan sehari-hari.(hid/Sua)