MEMBANGUN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF AGAMA KATOLIK
Ada tiga bentuk kerukunan umat beragama yang selalu diperjuangkan oleh pemerintah, khususnya melalui Kementerian Agama RI. Pertama, kerukunan intern umat beragama. Mengapa perlu ada kerukunan intern umat beragama? Karena dalam setiap agama, sering kali ada perbedaan faham, perbedaan aliran, mazhab, sekte, dan sebagainya. Maka perlu adanya semangat untuk membangun kebersamaan dalam perbedaan itu. Bagaimana dengan agama Katolik? Agama Katolik tidak punya cabang, tidak punya aliran, tetapi satu, utuh dan terstruktur dari pusat (Vatikan/kepausan) sampai lingkungan-lingkungan (RT/RW). Di bawah kepemimpinan Sri Paus, para uskup dan para imam, agama Katolik memiliki satu kesatuan yg utuh dan integral di seluruh dunia. Jadi memang tidak ada yang perlu dirukunkan, dalam hal ajaran iman. Kedua, kerukunan antar umat beragama. Dalam hal kerukunan antar umat beragama ini, agama Katolik berpandangan begini: “Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang dalam agama-agama itu (Hindu dan Budha), serba benar dan suci, meski dalam banyak hal berbeda, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang.” (bdk. NA 2). Sedangkan terhadap saudara-saudara yg beragama Islam, dikatakan begini: Agama Katolik menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi. Kaum Muslimin juga menghormati Abraham (dan para nabi). Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap perawan. Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan (kiamat), menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa (bdk.NA 3)
Dari kutipan Nostra Aetate tersebut nampak jelas bahwa agama Katolik mengakui umat agama lain (Islam, Kristen, Hindu, Budha), bukan hanya sebagai teman, tetapi sebagai saudara dan menaruh hormat yg tinggi terhadap agama-agama lain. Bukan perbedaan yg ditonjolkan, tetapi persamaan-persamaan yg diutamakan. Persamaan-persamaan itulah yg menjadi kata kunci untuk merajut kerukunan antar umat beragama. Penekanan terhadap kesamaan agama-agama tersebut jelas tidak bermaksud untuk menggeneralisir bahwa semua agama itu sama saja, jelas tidak seperti itu, tetapi mau berusaha mencari titik temu titik temu sebagai landasan untuk membangun persaudaraan yg sejati antar umat beragama yg berbeda-beda itu. Gagasan baru terhadap agama-agama lain itu juga dapat dilihat dalam pandangan Karl Rahner, teolog Katolik paling berpengaruh di abad 20, yg berpendapat bahwa rahmat Allah bekerja tidak hanya di dalam agama Katolik tetapi di dalam agama-agama lain. Dengan demikian, agama-agama non-Katolik memiliki kemungkinan menjadi sarana keselamatan Allah. Setiap orang yg hidup dalam terang kasih, sesuai dengan pokok-pokok ajaran iman Katolik, akan mendapatkan keselamatan juga, meskipun dia tidak beragama Katolik dan belum dibabtis. Itulah yg oleh Karl Rahner disebut sebagai “Kristen Anonim”. Perintah Yesus: “Kasihilah sesamamu manusia, seperti engkau mengasihi dirimu sendiri” (Mat 22:39), juga dapat menjadi dasar dalam membangun kerukunan antar umat beragama ini. Perintah Yesus itu jelas dan tegas, bahwa setiap orang Katolik harus mengasihi sesama manusia, bukan mengasihi hanya sesama orang Katolik saja. Jadi, setiap manusia, siapapun dia, apapun agamanya, harus dikasihi. Tidak akan pernah ada kerukunan antar umat beragama, bila kita tidak saling mengasihi satu sama lain. Inilah beberapa prinsip dasar dan pandangan agama Katolik terhadap umat beragama lain.
Ketiga, Kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Berkaitan dengan hubungan dengan pemerintah, agama Katolik mengacu pada ajaran ini: Pertama, sabda Yesus yg mengatakan; “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. (Mat 22:21). Maksud dari kutipan Injil di atas jelas mau menegaskan bagaimana seharusnya sikap orang Katolik terhadap pemerintah, yakni bersikap tunduk dan patuh terhadap pemerintahan atau negara. Memberikan pajak kepada kaisar adalah bentuk kepatuhan terhadap kewajiban sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara, termasuk mematuhi segala bentuk peraturan dan undang-undang yg berlaku dan yg sudah disepakati besama. Kedua, kerukunan umat Katolik dengan pemerintah juga disampaikan dengan sangat indah oleh Mgr. Soegijapranata, yg juga seorang pahlawan nasional, dengan semboyannya: menjadi 100% Katolik, 100% Indonesia. Selogan ini sudah menjadi prinsip dasar bagi setiap orang Katolik Indonesia untuk taat setia kepada pemerintah, sebagai penyelenggara negara. Semangat mencintai NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kekatolikan di Indonesia. Hidup menggereja dan hidup berbangsa, bernegara itu bagaikan satu keping mata uang yg memiliki dua sisi yg berbeda. Dua hal yg berbeda tapi ada dalam satu kesatuan, yg harus dilaksakan secara seimbang dan proporsional.
Kesimpulannya adalah Agama Katolik, dalam satu komando, memiliki prinsip dan gagasan yg satu dan sama bahwa kerukunan umat beragama merupakan hal mutlak perlu dan harus diperjuangkan bersama. Membangun kerukunan umat beragama, dalam berbagai bidang kehidupan, merupakan perwujudan iman Katolik yg konkrit dan aktual, sekaligus bentuk partisipasi umat Katolik dalam membangun bangsa dan negara, yg kita cintai ini. Salam kerukunan, salam persaudaraan.
Antonius Andi Wasianto – Penyuluh Agama Katolik Kab Semarang