Semarang – Sekitar 74 penyuluh fungsional dan nonASN (Aparatur Sipil Negara) di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Semarang, mengikuti rapat koordinasi yang digelar oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Semarang, pada Rabu (30/3/2022), bertempat di kantor setempat.
Kegiatan rakor mengusung tema “Meningkatkan Pemahaman Program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga Berencana) bagi Penyuluh Agama”.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pertumbuhan penduduk saat ini merupakan isu yang sangat populer sekaligus mencemaskan negara-negara di dunia, karena hal ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Berbagai masalah akan muncul ketika laju pertambahan penduduk tidak dapat dibendung, diantaranya problem kemiskinan, kualitas pendidikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah dan masih banyak lagi problematika yang muncul.
Pemerintah menggalakkan berbagai program dalam upaya pengendalian penduduk di Indonesia, salah satunya melalui sosialisasi yang digerakkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Namun dalam proses sosialisasi tersebut masih ditemui beberapa kendala di lapangan, diantaranya masih adanya pandangan masyarakat yang mengabaikan terhadap program Keluarga Berencana (KB) hingga minimnya Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).
“Dalam melaksakan program tersebut, BKKBN tidak bisa sendirian, sehingga perlu melibatkan seluruh unsur termasuk penyuluh agama seperti panjenengan, karena yang bersinggungan langsung dengan masyarakat,” ungkap Teguh Tri Adijanto selaku Kepala Bidang (Kabid) Ketahanan Kesejahteraan Keluarga (K3) DPPKB Kota Semarang, yang disampaikannya pada kegiatan rakor tersebut.
Senada dengan Teguh, Anang Budi Utomo selaku anggota Dewan Komisi D kota Semarang yang ikut dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat akan dapat diperoleh melalui peningkatan partisipasi pelayan publik, peningkatan partisipasi masyarakat dan peningkatan daya saing daerah itu sendiri.
Selain permasalahan tersebut, maraknya perkawinan dini di masyarakat juga mengakibatkan terjadinya problem di dalam keluarga juga masyarakat.
“Biasanya kasus perkawinan dini, hampir bisa dipastikan kurang adanya persiapan dari calon pengantin dalam berkeluarga,” ujar Anang Budi Utomo.
“Dampak perkawinan dini sangatlah banyak diantaranya tingginya tingkat perceraian karena tingkat kedewasaan yang kurang, belum adanya kesiapan ekonomi, putus sekolah dan pengangguran,” lanjutnya.
“Kecamatan Gunungpati termasuk salah satu kecamatan dengan tingkat pernikahan dini yang tinggi, maka diperlukan peran penyuluh agama dalam upaya penanggulangan semakin tingginya kasus pernikahan dini,” imbuhnya.
Menurutnya guna melakukan pencegahan kasus pernikahan dini diperlukan pembinaan dan pembekalan akhlak, wawasan, mental sripitual serta pondasi keagamaan.
Arief Pramudya dan Zuliati selaku Penyuluh nonASN Kecamatan Gunungpati mewakili Kemenag Kota Semarang, mengikuti kegiatan tersebut.
Mereka berharap melalui kegiatan rakor atau diskusi ini akan dapat meningkatkan sinergitas antar instansi khususnya dalam mensukseskan program pembangunan keluarga berencana, pengendalian dan pembangunan karakter serta pondasi keagamaan yang baik. (Arief/Irvant/NBA/bd)